Terpikir untuk menulis lebih panjang dari sekedar status setelah mendapatkan dua kali pernyataan tentang proses ini, yaitu komunikasi antara kita (orang yang berkepentingan akan menikah) dengan orang tua kita. Tentang menikah.
Pertama ketika mengikuti kajian muslimah special di mosaic FEB Unair yang mendatangkan Asma Nadia, di sana beliau menyinggung tentang proses ini. komunikasi kita dengan orang tua kita. Tentang kriteria calon, proses, hingga konsep pernikahan yang secara islami bagaimana. Dan kedua, status dari mbak euis
Yg punya porsi besar u/nentukan wedding itu ortu qt.So,gadis2 muslimah hrs mulai pahamkan prosesi pernikahan islami ke ortux.Krn g mudah dan g sbntr, maka mrk kudu mulai proses ini jauh2 bulan,bahkan sblm ada calon suamix. Spt aq dulu.Hehehe. Jadi pas dah ada calon dan siap meminang, g perlu gontok2an lg mslh wedding dan tradisi2ny yg aneh2 itu. Krn Udah sepaham u pake prosesi yg islami dan syar'i ˆ⌣ˆ
Hal ini merupakan suatu hal penting, karena bagi saya sendiri, kita tidak akan bisa melancarkan apa yang kita inginkan jika sebelumnya tidak ada komunikasi, terlebih-lebih dikeluarga yang masih belum terkondisikan. Tidak ada gunannya kajian tentang fiqh munakahat terkait bagaimana sebuah prosesi pernikahan yang syar’I ketika keluarga kita masih menganut adat-adat yang bertentangan dengan syari’ah. Tidak ada gunanya buku-buku pernikahan yang kita baca jika kita pada hari H, apa yang kita jalankan tidak sesuai dengan apa yang kita sudah dapatkan. Kita sudah selesai ikut kajian fiqh munakahat, sudah hatam berbagai macam buku pernikahan, sebut saja “di jalan dakwah aku menikah” karya Cahyadi Takariawan, “Bahagianya Merayakan Cinta” karya Salim A. Fillah, “saatnya untuk menikah” karangannya fauzhil adhim, atau mungkin “ku pinang engkau dengan Hamdalah”. Tidak akan banyak berdampak besar ketika apa yang sudah kita dapat tidak kita bagi dengan orang tua kita.
Ketika di seminar itu, saat sambil lalu mbak Asma nadia membagi tanda tangan pada buku beliau yang di beli berjudul “ Sakinah Bersamamu”, beliau berpesan untuk memberikan buku itu juga kepada ibu kita. Agar apa? agar ibu juga tahu bagaimana pernikahan yang syar’I itu.
Saya memang belum melewati masa itu, saat dimana pernikahan berjalan sesuai dengan yang saya inginkan, yang sesuai syari’at. Tapi, insyaAllah saya sudah melakukan komunikasi itu. Ketika saya bercerita bahwa saya sudah melakukannya – dan yang saya rasakan tidak sesulit yang saya duga – seorang teman yang saat itu ada dalam forum diskusi mengomentari bahwa tidak semudah itu melakukannya. Saya tetap dengan pendirian saya, bahwa melakukan komunikasi tentang kriteria calon, proses yang akan di lalui, bagaimana konsep hari H pernikahan, tidak harus dalam suasan formal. Saat-saat santai sore, atau yang sedang menjalani pendidikan dan jauh dari ortu, disela-sela pertanyaan tentang kondisi kita, bisa kita selipkan pertanyaan tentang itu.
Bagi saya sendiri, saya nilai hal itu mudah. Ada beberapa alasan mengapa saya merasa seperti ini. pertama karena, ortu saya sekarang hanya tingga ibuk, mas yang menjadi wali saya sekarang, tidak begitu ikut campur dengan apa yang sekarang dan nanti saya akan pilih. Dan ibu, memiliki kepahaman yang sama dengan saya. Kedua adalah karena, komunikasi ini saya pernah lakukan ketika saya masih SMP. Saat itu saya share tentang kriteria laki-laki yang saya idamkan, dan kesepakatan itu saya dapatkan.
Dalam komunikasi itu, tentu kita menilai media yang cocok untuk menyampaikan. Ketika saya bercerita tentang konsep walimah yang syar’I seperti apa, saya bercerita tentang pernikahan yang saya datangi – kebiasaan saya adalah selalu minta ijin jika keluar dari Surabaya, lengkap dengan tujuan – bagaimana pakaiannya, posisi tamu, makanan, dan jika saya mengetahui tentang prosesnya, saya juga bercerita bagaimana proses itu berjalan. Jika beruntung, saya sekalian memperlihatkan foto-foto agar lebih visual. Karena tidak mungkin bagi saya untuk menyediakan bahan bacaan bagi ibuk sesuai dengan saran dari mbak asma tadi, karena ibu saya hanya lulusan SD, yang kemampuan membaca beliau seperti anak SD kelas 1. Maka saya menggunakan media gambar atau foto untuk proses komunikasi itu.
Memang, akhirnya nanti saya belum mengetahui. Apakah nanti nya jika takdir itu mendatangi saya, semua akan sesuai dengan apa yang sudah saya impikan. Tapi paling tidak, saya sudah memulai mengusahakannya. Dan sejauh ini ibuk setuju dengan apa yang selama ini kami bicarakan. Dan yang mempermudah lagi bagi saya adalah terkait adat, Alhamdulillah, hal-hal itu sudah tidak dijalankan lagi oleh keluarga, terutama ibuk. Semoga seperti itu nantinya.
Lalu, bagaimana dengan kalian? Sudahkah mengkomunikasikan? Acara pernikahan memang hanya sehari. Tapi, potensi berdakwah di acara itu sangat besar. Akan banya orang-orang umum, baik teman atau kerabat kita yang akan hadir. Sebisa mungkin itu berjalan sesuai syari’at yang sudah Dia tetapkan. Semoga kita semua dalam lindunganNya. Hingga peristiwa penting itu datang menyapa kita.
WAH..mbk asih sdh bnr2 siap... :)
BalasHapusInsyaAllah sudah siap....
BalasHapustapi ada dayaku jika belum ada jua yang menjemput?