Namun, semua berubah ketika jembatan
suramadu sudah di buka dan kendaraan yang ke arah sampang, pamekasan, dan
sumenep tidak lagi menggunakan kapal veri untuk menyebrang. Tidak hanya dari
segi jumlah mengalami penurunan, namun juga aku rasakan semangat mereka. Wajah lesu,
tanpa semangat. Hal ini wajar terjadi, sejak jembatan suramadu dibuka aksesnya,
penumpang yang menggunakan jasa kapal veri juga menurun separuh dari biasanya. Sepi,
itu kesan yang nampak sangat jelas.
Beda lagi pedangan asongan yang aku
temui ketika menuju ke Pacitan. Penjuang kacang, tahu, hingga tengah malam
mereka menjajakan dagangannya. Memanfaatkan waktu di saat lampu merah menyala
untuk menawarkan dagangan yang mereka bawa.
Berapa yang para pedagang dapat dalam
sehari mereka menjajakan dagangannya? Cukupkah untuk biaya hidup, biaya ketika
sakit, biaya sekolah anak-anak,apalagi jika berbicara biayaa tersier yang lain.
Cukup kah? Miris ketika memikirkan ini. Bekerja seharian tapi tidak dapat
mencukupi kebutuhan primer mereka.
Jika untuk pendidikan, kesehatan,
sepenuhnya ditanggung negara, mungkin hidup mereka tidak perlu semiris ini. Jika
harga barang kebutuhan pokok stabil dan dapat dijangkau oleh para pedagang
kecil itu, mungkin aku bisa melihat wajah sumringah dari mereka.
Tapi bagaimanapun, aku bangga dengan
mereka yang masih berusaha dengan tangannya untuk mendapatkan rejeki. Tidak hanya
menyodorkan tangan untuk meminta-minta.
0 komentar:
Posting Komentar