“2nd SST (Social Skill Training) "Psikologi Anak" by Nuri Fauziah, M. Si, Psi Besok, Ahad, 6 Januari 2013 08.00 WIB”
Ini kalimat undangan yang aku dapatkan beberapa hari yang lalu. Tidak begitu tertarik sebenarnya, mengingat pasti materinya itu-itu saja,, tidak ubahnya materi kuliah keperawatan anak,namun dalam bahasa yang lebih umum mengingat pesertanya juga orang umum, dan pasti akan sangat membosankan karena kita sendiri sudah pernah mendapatkannya.
Namun yang beda adalah tempat di mana agenda ini dilaksanakan,yaitu di TBM Kawan Kami jalan Putat jaya 2A... sudah tahu ini di mana kan? Ya, karena punya janji (sejak 2 tahun lalu) dengan wiwin sulis yang sudah lama beraktivitas di TBM ini, akhirnya saya memutuskan untuk datang. Alhamdulillah sedang tidak ada kegiatan, dan ada yang bisa ditebengi juga. (jazakillah Istiq).
Pemateri nya adalah mbak Nuri Fauziah, alumnus Fpsi Unair dan juga aktivis KAMMI Komisariat unair B (saat itu). Seperti yang sudah saya duga, pembahasan materi seputar bagaimana kita memahami anak sesuai umurnya. Mulai dari masa-masa “Golden Age” yang jangan sampai terlewat dan salah memperlakukan anak. Pemenuhan nutrisi dan stimulasi penting untuk membentuk kecerdasan anak. Percuma seorang anak lahir dari keluarga ilmuan, yang secara genetik unggul dari bapak ibunya, dan gizi terpenuhi, tapi tidak mendapatkan stimulasi sebagaimana seharusnya karena bapak ibunya terlalu sibuk di luar dan pengasuhan diserahkan ke pada pembantu yang tidak memahami perkembangan anak, kecerdasan itu tidak akan muncul sebagaimana yang diharapkan. Masa golden age ini penting karena saat inilah peletakan dasar seorang individu. Mulai dari IQ, EQ, SQ, dan AQ. IQ, karena masa-masa itu (0-5 th), otak anak berkembang hingga 80% sisanya hingga anak mencapai usia remaja. Bayangkan, jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi hingga anak kurang gizi, stimulasi kurang sehingga informasi yang didapatkan kurang, IQ tidak akan tercapai sempurna. Begitu juga dengan EQ dan SQ. Penanaman nilai moral, benar atau salah, sangat penting di masa-masa itu karena anak akan belajar dan lebih mudah mengingatnya. Tidak terkecuali AQ. Anak yang masa kecilnya kebebasannya dibatasi, tidak diberikan kepercayaan, maka saat dewasa kelak dia akan menjadi orang yang takut dalam mengambil keputusan, tidak percaya diri, dan susah bergaul atau menghadapi suasana baru. Stimulus untuk melatih kecerdasan kognitif, afektif, psikomotor, moral dan spiritual sangat penting diberikan saat anak usia 0-5 th. Namun tetap saja harus diperhatikan tahapan perkembangan anak. 0-2 tahun bagaimana, 3-5 tahun bagaimana, dst.(jika ditulis disini terlalu banyak, jika malas baca buku, searching di google sudah cukup memberi gambaran InsyaAllah). Karena tahapan perkembangan adalah suatu hal yang penting. Jangan sampai ada yang terlewatkan. Karena jika ada yang terlewatkan, maka seorang anak akan menuntut apa yang seharusnya dia dapat namun terlewatkan. Jangan pernah memaksa seorang anak melakukan apa yang masih belum menjadi tugas perkembangannya. Misal, belum waktunya merangkak dipaksa merangkak, dst.
Selain itu juga kita disadarkan akan kecerdasan yang tidak hanya kecerdasan matematis. Selama ini orang tua bangga jika anaknya dalam usia TK sudah bisa membaca, tulis, dan hitung (calistung), sedangkan akan malu dan dianggap nakal jika anaknya sering kali menggangu atau tidak suka duduk diam. Ini yang harus dipahami, bahwa kecerdasan itu tidak hanya kecerdasan matematis yang merupakan kehandalan otak kiri, namun juga kecerdasan bahasa yang akan membuat seorang anak pandai dalam menulis cerita, kecerdasan musicalitas yang akan pintar dalam mengubah lagu, atau kecerdasan kinestetis yang dia akan lebih mudah mendapat prestasi dalam dunia olahraga. Dan tugas orang tua lah menemukan bakat anak itu. Jangan memaksa anak yang tidak mampu matematika untuk mendapatkan nilai 9 dalam matematika, dan sebaliknya.
Watak, adalah sesuatu yang didapat dan tidak dapat diubah, sedangkan kepribadian adalah apa yang kita dapatkan dari lingkungan. Dan kepribadian inilah yang dapat dibentuk dari seorang anak. Bagaimana kita sekarang, itu adalah hasil bagaimana orang tua mendidik kita dahulu. Jika setelah mendapat materi tentang psikologi anak kita merasa “ada yang salah dalam tahap perkembanganku”, maka tugas kita nanti sebagai orang tua adalah memperbaiki apa yang tidak kita dapatkan dahulu. Jangan sampai apa yang “menimpa” kita dialami oleh anak-anak kita nantinya. Itulah fungsinya belajar. Percuma mendapatkan ilmu, tapi ketika kesempatan mendidik anak, kita tetap menggunakan cara mendidik orang tua kita yang (bukan salah) tidak seharusnya. Bersyukur bagi orang yang sempurna tahap perkembangannya, hal itu bisa diteruskan nantinya, namun yang (tidak beruntung) menjadi pribadi yang tidak sempurna tahapan perkembangannya, bisa diperbaiki kelak. Mempelajari psikologi anak bukan hanya tugas perempuan yang akan menjadi ibu, tapi juga para laki-laki yang nantinya akan menjadi bapak. Bisa untuk mengajarkan kepada istrinya yang mungkin belum sempat belajar, atau agar memiliki pamahaman yang sama kelak ketika sudah berumah tangga.
SEMOGA BERMANFAAT
*Repost Note FB tertanggal
6 Januari 2013 pukul 14:09
simpulan yang saya buat lebih umum. Sebenarnya materi ini bekal untuk para pengajar di TBM Kawan Kami. Tapi saya buat lebih umum. Silahkan dikoreksi jika ada kesalahan.
mabruuk aamiin yaa Rabb,..
BalasHapusmbak Asih :)