Kamis, 10 Maret 2011

Memori perjalanan Malang- Surabaya


Setelah empat hari empat malam diri ini tinggal di kota Malang, akhirnya saat untuk kembali itu tiba. Banyak yang aku bawa dari Malang. Teman-teman baru, pengalaman baru, tambahan ilmu, dan berbagai macam hal bisa membuat diri ini semakin dewasa. Perasaan berkumpul jadi satu. Antara lelah dan senang telah melalui proses ini. Meskipun diri ini tahu, komitment setelah inilah yang harus dibuktikan.
Tapi ternyata kelelahan mendominasi diri. Kenekatan untuk ikut kereta sore dari malang membuat diri ini tergesa. Karena tidak begitu banyak pengalaman yang dimiliki dalam menggunakan trasportasi massal yang murah meriah ini, diri ini terjebak dalam keramaian manusia yang memenuhi kereta. Apa boleh buat, diri ini dipaksakan untuk menaiki kereta yang sudah penuh itu dan berusaha mencari tempat yang cukup longgar untuk berdiri. Ya, cukuplah untuk berdiri. Mencari ruang cukup untuk diri dan ransel yang berat dan penuh dengan logistic selama di Malang. Alhamdulillah, akhirnya menemukan.
Kurang lebih satu jam diri ini berdiri, melewati beberapa stasiun dengan kondisi kereta yang semakin lama semakin memiliki ruang cukup untuk para penumpangnya. Termasuk diri ini. Sampai akhirnya, ada juga tempat duduk yang kosong yang bisa ditempati. Langsung saja diri ini menangkap kesempatan itu. Menyandarkan badan untuk mengurangi sedikit lelah yang sudah memberatkan diri. Keinginan untuk tidur sangat besar. Tapi tak kunjung terealisasi, mengingat posisi yang tidak begitu menguntungkan. Tapi akhirnya, diri ini tertidur juga. Saat terbangun, diri ini sudah tidak mendapati dua orang bapak yang tadi menjadi teman satu tempat duduk.
Saat terbangun inilah diri ini menemukan suatu hal yang sangat menyesakkan hati. Saat terbangun dan mencoba mengumpulkan kembali kesadaran, diri ini melihat seorang anak kecil (kira-kira masih usia sekolah dasar) yang berbicara dengan dua orang laki-laki dewasa. Dia berjongkok didepan dua manusia dewasa itu. Karena memang posisi dua orang itu yang menempati tempat duduk kereta. Yang membuat diri ini memperhatikan anak itu adalah sebatang rokok yang terselip di telinganya yang mungil. Awalnya diri ini mengarahkan pandangan pada anak itu karena ada bahasa yang tidak asing, ya dia menggunakan bahasa Madura. Ah, rokok itu pasti cepat atau lambat akan dia bakar. Benar saja, setelah mendapat pemantik dari salah satu laki-laki itu, dia menyalakan rokok yang awalnya terselip ditelinga. Dengan gaya orang dewasa yang sudah lama merokok, dia menghisap batang pembunuh itu. Bahkan, dia bisa mengeluarkan asap dari hidungnya. Suatu hal yang tidak pernah aku dapati pada Ramah yang notabene adalah perokok berat. Dan yang diri ini tahu tentang tehnik itu adalah hal tersebut susah dilakukan. Dan tentu saja sangat menyakitkan.
Kondisi lelah, kehausan, dan sariawan yang menghuni rongga mulut, membuat diri ini tidak berbuat apa-apa. bahkan hanya untuk mengatakan, “jangan lakukan itu! Itu akan membunuh mu.” Diri ini tidak mampu. diri ini hanya melihat dan menyangkal dalam hati. Ya, diri ini hanya mampu menyangkal dalam hati bahwa hal itu tidak boleh anak kecil itu lakukan. Dan seharusnya dua laki-laki dewasa itu tidak memberikan fasilitas pemantik itu. Ingin sekali diri ini memghujamkan tas berat yang aku sandang ke muka dua orang itu. Bukannya menjadi pelindung malah merusak. Ah, lagi-lagi hanya ada dalam hati. Keimanan terendah. Kelelahan mengalahi semua.
Yang semakin membuat diri ini tidak berguna adalah tulisan yang ada dijaket organisasi yang saat itu diri ini gunakan. Ya, sebuah “gelar” yang sangat berat. Pantaskah diri ini menyandang “gelar” itu? Beberapa jam lalu diri ini menuntaskan pelatihan selama 4 hari 3 malam. Yang semakin membuat diri ini tersadarkan akan “gelar” yang organisasi ini sematkan pada kami, kader-kadernya. Ya, hanya dua kata. Tapi derivasi dari dua kata itu sungguh luar biasa. Paling tidak, bagi diri ini yang masih belum bisa berbuat apa-apa pada bangsa ini.
Perjalanan Malang-Surabaya benar-benar memberikan pelajaran bagiku bahwa diri ini belum ada apa-apanya. Banyak yang harus diperbaiki dari bangsa ini. Banyak. Jadi jangan sampai hanya sibuk dengan diri sendiri dan melupakan orang lain. Perbaikan diri dari hari kehari adalah suatu hal yang mutlak untuk dilakukan. Demi bangsa Indonesia yang lebih baik.

6 komentar: