Rabu, 17 Juli 2013

Botchan; Mengenal Budaya Klasik Jepang


               Botchan, adalah karya fiksi terjemahan ketiga yang saya punya setelah seria Lima Sekawan karya Enyd Blyton dari Inggris, The Kite Runner karya kholed khosaeni dari afganistan tapi produksi amerika. Botchan adalah fiksi klasik jepang karya sastrawan terkenal Natsume Soseki yang banyak dibaca oleh generasi modern di jepang.
                Botchan berkisah tentang seorang guru sekolah di sebuah desa terpencil di jepang. Botchan sendiri adalah sebutan untuk anak laki-laki yang berarti “tuan muda”. Botchan berusaha membongkar kecurangan yang dilakukan para guru di sekolah itu. dari kecil botchan adalah seorang anak yang jujur dan apa adanya. Dia selalu mengatakan apa yang tidak disukai dan dia anggap melanggar aturan dan norma yang ada, walaupun karena sikapnya itu, dia tidak disukai banyak orang bahkan oleh ayah dan kakak kandungnya sendiri. Karena penilaian itu, dia merasa rendah diri dan menganggap dirinya tidak akan sesukses kakaknya yang pintar dan jago dalam melakukan diplomasi. Namun, ada satu orang yang selalu memuji sikapnya yang jujur. Botchan selalu dibilang sebagai anak baik, dan sifat yang dimilikinya mulia. Dia adalah Kiyo, wanita separuh baya yang menjadi pelayan di rumah botchan walaupun sebenarnya Kiyo adalah wanita bangsawan dari keluarga terpandang di Tokyo. Kiyo selalu meyakinkan botchan bahwa sikapnya tidak salah, botchan tidak perlu kecil hati karena prestasinya tidak secemerlang kakaknya. Kiyo menyemangati botchan bahwa dia juga bisa menjalani hidup seperti orang lain dengan sikapnya. Dan dengan sikapnya itu, dia juga akan menjadi orang sukses.
                Pada akhirnya, setelah lulus dari sekolah alam, botchan menerima tawaran untuk menjadi guru di desa dari sebuah kota kecil. Saking kecilnya kota ini, botchan tidak pernah tidak bertemu dengan murid-murid yang diajarnya, dan dengan guru yang juga mengajar di sekolah yang sama. Mau pergi makan ramen, bertemu dengan murid, ke pemandian air panas, bertemu. Seolah-olah kemanapun pergi pasti ketahuan. Inilah sisi lucu dari novel ini. kembali ke sifat terus terang Botchan, karena sifat ini, dia kerap mendapat masalah dengan orang-orang disekitarnya. Karena sifat ini juga dia susah untuk mengambil keputusan di mana seharusnya dia berdiri mendukung. Ada pernyataan unik dari seorang Botchan tentang sifatnya ini :
                “Alasan kenapa aku tidak punya solusi adalah karena aku terlalu jujur. Tapi cobalah pikir. Kalau orang jujur tidak bisa menang di dunia ini, siapa lagi yang bisa?”
                Botchan adalah kisah tentang pendidikan di jepang, dari sudut pandang guru yang – selalu – berfikir negative tentang murid-muridnya. Membaca kisah ini, saya seperti melihat wajah indonesia sekarang. Sikap para guru, murid, sulit dibayangkan kalau hal itu juga dialami oleh jepang. Dalam buku ini, banyak kutipan bagus tentang pendidikan. baik dari Botchan atau dari tokoh yang lain.
                “apa yang bisa kau lakukan di dunia di mana kepolosan dan kejujuran di tertawakan?”
                “Kata pendidikan tidak hanya berarti memperoleh pengetahuan akademis. Pendidikan berarti menanamkan semangat mulia, kejujuran, serta keberanian, lalu menghapuskan kebiasaan licik, usil, serta tak bertanggung jawab. Hari ketika menunda karena mencemaskan reaksi atau takut akan terjadi keributan adalah hari ketika kita tidak mampu memperbaiki kebiasaan-kebiasaan itu”
                Membaca kisah ini, kita akan mendapatkan suasana jepang awal tahun 1900 an. Budaya orang sana, dan ternyata tahun di mana Indonesia masih dalam suasana penjajahan, kereta listrik sudah ada di sana. Keteraturan kota juga sudah terlihat. Inilah yang saya sukai ketika membaca karya sastra apalagi dari lain Negara.

0 komentar:

Posting Komentar