Sunrise |
Baju
Hangat
Tidak disangkal jika suhu di Bromo
dingin. Rasanya seperti sebuah ruangan yang ber AC dengan setting suhu 16O
C. Saat masih di dalam kendaraan tidak terasa memang, tapi ketika keluar dan
semakin ke atas mendekati puncak, suhu semakin turun. Belum lagi angin yang
berhembus cukup kencang selama perjalanan dan ketika di bibir kawah. Maka,
menggunakan baju hangat adalah suatu kewajiban jika kita tidak ingin
kedinginan. Tidak sampai menyebabkan hipothermy
memang, namun mempersiapkan segalanya bukanlah suatu kesalahan.
Tentang suhu dingin ini, aku punya
pendapat sendiri. Bagi ku suhu di bromo tidak terlalu dingin. Yah, semacam
berada di ruangan dengan suhu 16o c, dan hanya berisi satu orang J
. jadi, aku tidak perlu menggunakan berlapis-lapis baju. Cukup dua kaos dan
satu jaket. Tapi bagi teman-teman yang tidak tahan dingin, mempersiapkan jaket
yang lebih mampu menahan dingin bisa menjadi pilihan.
Bekal
Ini adalah kali pertama aku melakukan “pendakian”,
jadi bayangannya sedikit berlebihan. Sejak dari asrama, mempersiapkan dua botol
air mineral ukuran 1,5 lt, coklat,madu, dan susu. Tapi ternyata, itu semua
tidak begitu perlu. Karena nyatanya banyak penjual di sepanjang rute menuju
bibir bromo L.
Jika kita tidak mau ribet dan punya kelebihan uang, kita bisa membeli makanan
dan minuman di penjual yang ada di sepanjang rute. Ada mie instan, air mineral,
isotonik, dan juga susu atau kopi. Jadi aku berkesimpulan, berkunjung ke Bromo
bagi orang indonesia seperti mendaki gunung fuji bagi orang jepang (dari cerita
yang aku dapat dari blog seseorang yg kuliah di Jepang). Intinya, tidak perlu
persiapan yang “wah” untuk mendaki lereng gunung bromo menuju ke kawahnya.
Jika pun kita ingin membawa bekal,
cukuplah satu botol air mineral ukuran 600 ml, karena ternyata... aku tidak
haus dan berniat minum. Alasan lain adalah karena kompensasi yang didapatkan
sedangkan fasilitasnya tidak ada. Apa itu? Ada di penjelasan selanjutnya.
Toilet
Fasilitas ini hanya ada di parkiran,
rute menuju lautan pasir, dan parkiran terkhir untuk kendaraan di lautan pasir.
Jadi, ketika kita sudah melakukan perjalanan menuju ke bibir kawah, jangan
harap bertemu dengan tempat yang satu ini. Nah, inilah yang aku maksud
kompensasi yang tidak seimbang itu. Yups, metabolisme tubuh dan sarana yang
dibutuhkan tidak seimbang. Dalam kondisi dingin, tubuh akan susah berkeringat,
sedangkan kita bisa merasa haus karena pendakian yang kita lakukan. Sehingga,
saat kita minum, maka air tersebut akan dikeluarkan sebagai air seni. Nah, di
sinilah yang sedikit menimbulkan masalah. Di bibir kawah, hingga lapangan pasir, tidak ada toilet yang
tersedia. J
jika kita banyak minum, maka keasyikan kita menatapa sunrise dan berfoto di sepanjang jalan kembali, akan sedikit
terganggu. (pengalaman pribadi) L tapi, itu
kembali pada pribadi masing-masing kok.
Tempat
Sampah
ini yang aku sukai. Barang yang satu ini
tidak sulit ditemui di sepanjang rute menuju bibir kawah,bahkan di bibir kawah
pun tersedia. Jadi, tidak ada alasan untuk kita membuang sampah sembarangan. Namun,
masih saja aku lihat bungkus mie instan, bungkus air mineral, berkeliaran di
sepanjang rute. L
“jangan
meninggalkan apapun kecuali jejak kaki”
Tidakkah mereka pernah tahu pesan itu? Ah,
sedih rasanya.
Jangan
corat coret!
Selain beberapa sampah yang aku temui,
aku juga banyak menemukan banyak sekali coretan di sepanjang gagang tangga L.
Sungguh merusak pemandangan. Apa menyenangkannya coba corat coret di situ? Tulis
nama, tanggal, lagian siapa yang bisa kenal mereka? Mau tunjukkan kalo mereka
pernah ke bromo,begitukah? Argh,,, benar-benar merusak pemandangan.
“Siapapun kamu, jika mencintai keindahan, sebaiknya tidak
melakukan seperti di bawah ini...
jangan meninggalkan apapun fasilitas umum, apa lagi jika itu adalah tempat wisata... hanya akan merusak. cukuplah foto-foto yang kalian ambil sebagai kenang2an,,, dari pada coretan yang hanya merusak keindahan tempat tersebut”
jangan meninggalkan apapun fasilitas umum, apa lagi jika itu adalah tempat wisata... hanya akan merusak. cukuplah foto-foto yang kalian ambil sebagai kenang2an,,, dari pada coretan yang hanya merusak keindahan tempat tersebut”
Oh,
ini toh orang Tengger?
Tengger, hanya aku tahu dari membaca. Jaman
sekolah dan beberapa bacaan yang lain. Suku tengger dengan agama hindunya,
dengan upaca kasodo nya, dan slempang sarungnya. Itu saja yang aku tahu. Aku lupa,
tidak pernah belajar tentang bahasa yang mereka gunakan. Dan ternyata? Oh ternyata...
Ketika persiapan turun dari mobil, kami
disambut oleh tiga orang penjual slayer dan topi. Sambil mereka menunggu kami
turun, mereka bercakap-cakap satu sama lain. Dan bahasa yang terdengar olehku?
MADURA. Di mana-mana ada orang madura ya?
“bapak orang madura?” kata sepupuku
memulai basa-basi.
“bukan mbak, ini kan probolinggo. Jadi bahasanya
sama” jawab salah satu dari bapak tadi.
Ups, aku salah duga. Ya ya... ini kami
sekarang ada di probolinggo yang memang banyak dari masyarakatnya menggunakan
bahasa madura. Tapi aku tidak menduga kalo bahasa yang mereka gunakan adalah
juga bahasa madura.
Sebentar; probolinggo, lereng gunung bromo,
tengger? Apakah mereka suku tengger? Suku dengan agama hindu, upacara kasodo
dan slempang sarung itu? Subhanallah, ternyata. Ini toh suku tengger itu. Dan kepastian
itu aku dapatkan ketika memasuki toilet yang ada di salah satu penginapan. Aku dapati
gambar dewa wisnu. Ok, satu hal lagi yang aku tahu dari suku tengger: beragama
hindu, upaca kasodo, dan mereka berbahasa madura. Bahasa madura dengan dialeg
bangkalan.
Souvenir
Tengah malam kami tiba di kawasan TNBTS.
Sesaat setelah parkir, kami langsung didekati oleh para penjual slayer, topi
dan sarung tangan. Bagiku, harga barang-barang itu cukup terjangkau. Slayer dan
topi seharga Rp. 10.000, sarung tangan yang biasa Rp. 5.000, yang agak tebal
Rp. 8.000. kualitasnya lumayan. Jika kita tidak membawa barang-barang ini dari
rumah, kita bisa membelinya di sini. Namun, jika sudah membawa, tidak ada
salahnya membeli untuk souvenir khas dari Bromo. Saat pagi menjelang, penjual
kaos yang akan mendekati. Nah, untuk yang satu ini, kita masih bisa menawar. Harga
awal yang dipatok,bisa turun hingga 30%. Misal, dari Rp. 15.000 untuk harga
kaos anak, bisa jadi Rp. 10.000, untuk dewasa yang awalnya Rp. 20.000 bisa jadi
Rp. 17.000. tergantung kemampuan menawar. J
Kendaraan
ke Bromo
Apa kendaraan yang dipilih untuk
mengunjungi bromo? Mobil pribadi, angkutan umum, atau motor?
Jika memilih menggunakan mobil pribadi
(bukan hardtop) atau bison, kita bisa parkir di atas. Yang lama tempuh dari
parkiran menuju bibir kawah hanya 1,5 jam. Jika kita menggunakan motor, kita
bisa menggunakannya hingga memasuki lautan pasir, ini tergantung seberapa
tangguh motor yang kalian bawa. Bahkan bisa sampai ke tanjakan menuju kawah. Hal
ini bisa dilihat ketika pagi, begitu banyak jasa ojek motor yang menawarkan
untuk mengantar kita menuju parkiran.
Jika memilih menaiki angkutan umum? Untuk
yang satu ini saya kurang tahu. Maaf.
Selama di Lautan pasir – namanya kaldera
– kita bisa menggunakan jasa sewa kuda, atau ojek, atau hardtop. Ini punya
kelebihan masing-masing. Jujur, secara harga saya kurang tahu. Karena tidak
memakai ketiganya. Tapi secara kebaikan, ah, terserah kalian menilainya.
Jika kita memilih naik kuda, - harga
sewa mulai Rp. 25.000 – kita bisa menggunakannya sampai diujung tangga (apa
mungkin hingga bibir kawah? Aku tidak lihat), karena ini yang aku lihat. Sedangkan
kalo naik ojek, hanya bisa sampai pura, pun dengan hardtop. Tapi, dua kendaraan
ini bisa kalian pilih untuk digunakan ketika akan kembali menuju parkiran. Ongkos
ojek mulai Rp. 20.000, tapi bisa juga Rp. 10.000. ketika tawaran pertama tidak
langsung kita iyakan, mereka akan mengikuti dan menurunkan harganya. Pun dengan
hardtop. Jika awalnya bisa Rp. 50.000/orang, ketika sudah perjalanan pulang
bisa hanya Rp. 10.000/orang.
Sekian
tentang kesan dan pesan selama di Bromo. Semoga kesempatan lain bisa
mengunjungi tempat lain, seperti bukit teletubbies, bahkan jika bisa
menyaksikan upacara kasodo. Namun untuk saat ini, aku cukup berpuas dengan apa
yang sudah aku dapatkan.
0 komentar:
Posting Komentar