Mungkin, jika aku bercerita ini aku tidak akan dapat ijin lagi untuk
pulang malam dari Surabaya. Tapi, jika aku bercerita apa yang aku
temukan dalam perjalananku kali ini aku ingin sekali mengalami seperti
apa yang aku jalankan sekarang. Pengalaman yang tiba-tiba membuatku
terdiam dan terasa sesak di dada yang kemudian butiran air mata ingin
mengalir dari ujung-ujung mata.
Malam ini
(jumat/27042012) aku pulang. Bertolak dari Surabaya jam 18.00 WIB.
Seperti yang lain alami, perjalanan keluar Surabaya adalah yang paling
lama. Hampir satu jam dihabiskan untuk mencapai perak dari karang
menjangan melalui daerah tunjungan dengan menggunakan lyn E. jadilah
tiba di pelabuhan perak jam 19.15. namun bagaimana kita menikmatai
saat-saat itulah yang penting. Melintasi jalan tunjungan hingga
pelabuhan perak mengajakku merasakan dua kesenangan sekaligus. Menikmati
suasana kota ketika malam dengan kerlipan lampu melalui bus kota. Ehm,
suasana yang sangat aku sukai.
Ketika sampai di pelabuhan perak
kesan sepi yang aku temukan. Tidak ada bus seperti yang aku perkirakan.
Tapi, tidak masalah. Aku harap setelah kapal yang ini, bus akan datang.
Ternyata, ketika tiba di ujung kamal, ada bus mini yang bisa aku
tumpangi. Karena jam pulang yang tidak biasanya, aku menunggu sebentar
untuk memastikan aku bukanlah perempuan satu-satunya di angkutan ini.
Setelah dapat kepastian “teman” dan tempat duduk di depan, aku beranikan
diri memilih angkutan ini. Tidak langsung berangkat seperti yang
dijanjikan, tapi aku tidak begitu memperdulikan. Kapal selanjutnya
merapat, namun juga tidak bus yang keluar, dalam posisi ini aku
beruntung bahwa pilihanku benar. Sopir mulai memanaskan mesin, yang
berarti tidak akan lama lagi kendaraan ini akan berangkat. Ketika waktu
menunjukkan puluk 20.40 WIB, kendaraan ini berangkat. Hanya 15 menit aku
bertahan untuk tetap terjaga, yang sisanya aku pergunakan untuk tidur.
Terbangun sebentar ketika melewati gunung GIGIR, dan karena maneuver
sopir yang sangat berasa. Yang kemudian tertidur lagi dan baru bangun
dan benar-benar sadar ketika para penumpang sudah turun semua di daerah
sampang. Dan ini yang tidak aku pikirkan sebelumnya. Ok, aku punya teman
dari Bangkalan, namun bagaimana ke pamekasan? Mbak yang disebalahku
turun sampang, yang lain? Jadilah mulai dari daerah tanjung aku hanya
bersama sopir dan kernet.
Dan terjadilah dialog itu.
Tawar menawar untuk diturunkan di mana. Aku tidak peduli. Yang penting
aku turun di daerah pamekasan. Ok, disepakati. Dan saat itulah aku
menemukan sesuatu yang membuatku tersekat beberapa saat.
“eh, dek. Jelling wah”. Kata mas sopir menegurku. Aku menoleh.
“ ngak jiyah oreng se nyare kasap. Mereka melintasi ladang sebelah ini, lalu wilayah pemakaman, dan sebelahnya lagi baru laut” sang sopir melanjutkan tegurannya.
“hah? Untuk apa?” aku yang kaget, karena kesadaran yang belum pulih 100% hanya mengajukan pertanyaan itu.
“nyari kerang”
Aku menoleh kebelakang. Tiga orang ibu-ibu yang wajahnya tidak begitu
jelas aku lihat. Banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan lagi pada
mas sopir ini, tapi aku tahan. Aku tidak enak dengan ibu-ibu yang ada di
belakang. Aku hanya mendengarkan percakapan antara mas sopir dengan
para ibu. Namun ada rasa yang aneh di dada. Aku tiba-tiba merasa sesak
dan ingin menangis. Miris melihat mereka, tiga orang ibu ember kecil
tempat kerang. Apa yang mereka lakukan tengah malam begini?
“ berangkat jam berapa tadi, bu?”
“toron maghrib” jawab salah satu dari mereka.” Depak isya’”. Lanjutnya
“norok sapa mangkatta?”
Percakapan yang tidak begitu aku jelas dengar. Menyebutkan nama orang
yang sulit aku ingat. Tidak berapa lama kemudian tiga orang ibu itu
turun. Aku menoleh apa yang mereka bawa. Tiga ember kecil, yang mereka
bawa masing-masing.
“ kerang apa yang mereka cari?” tanyaku
“ya kerang, yang bentuknya bulat.”
“memang harga jualnya berapa? Mahalkah hingga mereka berusaha keras untuk melakukannya?”
“kurang tahu. Ya namanya juga usaha untuk mencari penghasilan, pasti
apa saja dilakukan.” Jelasnya. Dari tempat mereka turun tadi, mereka
masih harus jalan kaki ke araha timur.
“jauh? Mereka setiap hari mencari kerang itu?
“ya jauh. Dan itu mereka lakukan setiap hari.
Waw, aku tidak bisa membayangkan. Pekerjaan yang dilakukan selepas
maghrib dan baru tiba dirumah tengah malam lewat dengan kerang yang
hanya satu ember kecil. Setiap hari. Dan aku hanya diam, menahan sesak
yang tiba-tiba muncul. Suasan bus mini yang gelap cukup membantuku. Aku
tatap lurus jalan raya di depanku. Sungguh, pelajaran malam ini sangat
menyentuhku.
Ah, malam selalu memberikan sebuah
kejutan. Makanya aku sangat suka menikmati malam. Perjalanan malam yang
saat SMA dua pekan sekali aku lakukan, selalu menemukan hal baru. Dan
sekarang aku ingin mengulanginya lagi. Dan pelajaran malam ini,
memberikanku sebuah pemahaman baru tentang sebuah perjuangan.
Selasa, 01 Mei 2012
Malam yang Memberikanku Pelajaran
04.16
No comments
0 komentar:
Posting Komentar