Selasa, 01 Mei 2012

Malam yang Memberikanku Pelajaran

Mungkin, jika aku bercerita ini aku tidak akan dapat ijin lagi untuk pulang malam dari Surabaya. Tapi, jika aku bercerita apa yang aku temukan dalam perjalananku kali ini aku ingin sekali mengalami seperti apa yang aku jalankan sekarang. Pengalaman yang tiba-tiba membuatku terdiam dan terasa sesak di dada yang kemudian butiran air mata ingin mengalir dari ujung-ujung mata.
            Malam ini (jumat/27042012) aku pulang. Bertolak dari Surabaya jam 18.00 WIB. Seperti yang lain alami, perjalanan keluar Surabaya adalah yang paling lama. Hampir satu jam dihabiskan untuk mencapai perak dari karang menjangan melalui daerah tunjungan dengan menggunakan lyn E. jadilah tiba di pelabuhan perak jam 19.15. namun bagaimana kita menikmatai saat-saat itulah yang penting. Melintasi jalan tunjungan hingga pelabuhan perak mengajakku merasakan dua kesenangan sekaligus. Menikmati suasana kota ketika malam dengan kerlipan lampu melalui bus kota. Ehm, suasana yang sangat aku sukai.
Ketika sampai di pelabuhan perak kesan sepi  yang aku temukan. Tidak ada bus seperti yang aku perkirakan. Tapi, tidak masalah. Aku harap setelah kapal yang ini, bus akan datang. Ternyata, ketika tiba di ujung kamal, ada bus mini yang bisa aku tumpangi. Karena jam pulang yang tidak biasanya, aku menunggu sebentar untuk memastikan aku bukanlah perempuan satu-satunya di angkutan ini. Setelah dapat kepastian “teman” dan tempat duduk di depan, aku beranikan diri memilih angkutan ini. Tidak langsung berangkat seperti yang dijanjikan, tapi aku tidak begitu memperdulikan. Kapal selanjutnya merapat, namun juga tidak bus yang keluar, dalam posisi ini aku beruntung bahwa pilihanku benar. Sopir mulai memanaskan mesin, yang berarti tidak akan lama lagi kendaraan ini akan berangkat. Ketika waktu menunjukkan puluk 20.40 WIB, kendaraan ini berangkat. Hanya 15 menit aku bertahan untuk tetap terjaga, yang sisanya aku pergunakan untuk tidur. Terbangun sebentar ketika melewati gunung GIGIR, dan karena maneuver sopir yang sangat berasa. Yang kemudian tertidur lagi dan baru bangun dan benar-benar sadar ketika para penumpang sudah turun semua di daerah sampang. Dan ini yang tidak aku pikirkan sebelumnya. Ok, aku punya teman dari Bangkalan, namun bagaimana ke pamekasan? Mbak yang disebalahku turun sampang, yang lain? Jadilah mulai dari daerah tanjung aku hanya bersama sopir dan kernet.
            Dan terjadilah dialog itu. Tawar menawar untuk diturunkan di mana. Aku tidak peduli. Yang penting aku turun di daerah pamekasan. Ok, disepakati. Dan saat itulah aku menemukan sesuatu yang membuatku tersekat beberapa saat.
            “eh, dek. Jelling wah”. Kata mas sopir menegurku. Aku menoleh.
ngak jiyah oreng se nyare kasap. Mereka melintasi ladang sebelah ini, lalu wilayah pemakaman, dan sebelahnya lagi baru laut” sang sopir melanjutkan tegurannya.
            “hah? Untuk apa?” aku yang kaget, karena kesadaran yang belum pulih 100% hanya mengajukan pertanyaan itu.
            “nyari kerang”
            Aku menoleh kebelakang. Tiga orang ibu-ibu yang wajahnya tidak begitu jelas aku lihat. Banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan lagi pada mas sopir ini, tapi aku tahan. Aku tidak enak dengan ibu-ibu yang ada di belakang. Aku hanya mendengarkan percakapan antara mas sopir dengan para ibu. Namun ada rasa yang aneh di dada. Aku tiba-tiba merasa sesak dan ingin menangis. Miris melihat mereka, tiga orang ibu ember kecil tempat kerang. Apa yang mereka lakukan tengah malam begini?
            “ berangkat jam berapa tadi, bu?”
            “toron maghrib” jawab salah satu dari mereka.” Depak isya’”. Lanjutnya
            “norok sapa mangkatta?”
            Percakapan yang tidak begitu aku jelas dengar. Menyebutkan nama orang yang sulit aku ingat. Tidak berapa lama kemudian tiga orang ibu itu turun. Aku menoleh apa yang mereka bawa. Tiga ember kecil, yang mereka bawa masing-masing.
            “ kerang apa yang mereka cari?” tanyaku
            “ya kerang, yang bentuknya bulat.”
            “memang harga jualnya berapa? Mahalkah hingga mereka berusaha keras untuk melakukannya?”
            “kurang tahu. Ya namanya juga usaha untuk mencari penghasilan, pasti apa saja dilakukan.” Jelasnya. Dari tempat mereka turun tadi, mereka masih harus jalan kaki ke araha timur.
            “jauh? Mereka setiap hari mencari kerang itu?
            “ya jauh. Dan itu mereka lakukan setiap hari.
            Waw, aku tidak bisa membayangkan. Pekerjaan yang dilakukan selepas maghrib dan baru tiba dirumah tengah malam lewat dengan kerang yang hanya satu ember kecil. Setiap hari. Dan aku hanya diam, menahan sesak yang tiba-tiba muncul. Suasan bus mini yang gelap cukup membantuku. Aku tatap lurus jalan raya di depanku. Sungguh, pelajaran malam ini sangat menyentuhku.
            Ah, malam selalu memberikan sebuah kejutan. Makanya aku sangat suka menikmati malam. Perjalanan malam yang saat SMA dua pekan sekali aku lakukan, selalu menemukan hal baru. Dan sekarang aku ingin mengulanginya lagi. Dan pelajaran malam ini, memberikanku sebuah pemahaman baru tentang sebuah perjuangan.

0 komentar:

Posting Komentar