Ternyata
butuh satu hari dan penjelasan lebih detail untuk aku bisa menemui dan
mengajaknya bicara. Melakukan pendekatan untuk kemudian mengajaknya mengobrol
demi data yang aku butuhkan untuk mengisi form pengkajian. Seharusnya ini tidak
terjadi. Ini bukan pengalaman pertamaku melakukan anamnesa, namun entah mengapa
ada keraguan ketika pasien yang aku hadapai adalah pasien lama dengan kejadian
berulang, khawatir tidak ada masalah keperawatan yang akan aku dapatkan.
Beberapa alasan yang melatarbelakangi, karena sudah sering ditanyai, kedua
karena pasien yang sudah masuk rumah sakit untuk kesekian kalinya, mereka sudah
pintar tentang penyakitnya. Dan aku akan minder.
Namun,
hari kedua ini aku memberanikan diri untuk menemuinya. Dua kali tidak
mendapatkan di tempat tidur, aku bertanya pada teman sekamar, eh ternyata dia
ada di tempat tidur yang lain karena suatu urusan. Aku memulai dialog itu.
“pak,
saya Asih mahasiswa praktik yang mulai senin kemarin sampai jum’at praktik di
sini. Dan setiap mahasiswa mendapat satu pasien kelolaan, nah pasien saya
kelola bapak. Jadi, saya akan menanyakan tentang kondisi bapak, boleh ya?” gaya
to the point ku masih aku berlakukan dalam hal ini.
“
ya, mbak. Silahkan. “ jawabnya.
Mulailah
dialog itu, pertanyaan standard. Mulai asal dari mana, kapan sakit, masuk rumah
sakit kapan, hingga apa yang menyebabkan
bapak mengalami reaksi ini sampai kali ketiga. Ya, dia masuk rumah sakit sudah
kali ketiga. Pada reaksi ketiga. Nah, disinilah yang penting aku ketahui.
Mengapa dia sampai mengalami reaksi untuk ketiga kalinya.
“bapak
sudah menikah?” pertanyaan standard lain aku ajukan.
“sudah,
tapi cerai.”
“dan
itu yang membuat bapak stress lalu mengalami reaksi hingga tiga kali?”
“
ya tidak, sudah tidak memikirkan itu lagi. Itu yang menjadi penyebab reaksi
pertama, tapi tidak yang kedua dan ketiga.”
“lalu?”
Dan
berceritalah dia dengan masalah yang tengah di alaminya. Aku tidak mampu
bercerita di sini. Tapi, ada pelajaran dari pasien ini. bahwa, walaupun dia
memiliki penyakit yang banyak orang jijik dengan dirinya, dia masih memiliki
harga diri dan tidak ingin melakukan apa yang Allah telah larang. Ya, dia masih
memiliki keimanan itu. aku tidak tahu harus bilang apa. aku hanya tanya apakah
dia sudah bercerita dengan orang rumah sakit untuk masalah ini? karena jika
tidak, reaksi akan terus berulang. Aku hanya bilang untuk tidak memikirkan itu,
ya aku tahu hal itu tidak mudah, apalagi bagi orang yang memang tipe pemikir. Tapi
demi kesehatannya, dia harus bisa melakukan itu.
“susah,
mbak. Saya kepikiran terus.”
“bapak
harus bisa.”
Dia
hanya tersenyum. Aku tidak ingin melanjutkannya lagi. Dia kemudia bertanya.
“mbaknya
tidak takut tertular?”
Aku
tersenyum, lalu menjawab “awalnya sebelum ke sini memang pikiran saya jelek. Pasti
di sana menakutkan. Eh, ternyata waktu hari pertama, biasa saja. Apalagi
setelah dapat penjelasan tentang bagaimana penularannya. Saya kan dalam kondisi
sehat, jadi kemungkinan tertular kecil, lagian bapak kan sudah mendapatkan
pengobatan, dan orang yang sudah berobat selama dua minggu sudah tidak dapat
menulari lagi.”
“maaf,
pak. Saya bisa cek lengan bapak?” aku minta ijin untuk mengecek dan sekaligus
menggunakan sarung tangan.
“ya
silahkan.
“masih
terasa, pak?”
“tidak,”
“sudah
tidak berasa semua”
Ya,
aku hanya merasakan kulit yang menebal dan keras.
“kita
ini orang-orang “sakti”, mbak. Orang yang sudah tidak bisa merasakan apa-apa
lagi.” Orang sebelah nyeletuk. Dan pasien depanku hanya tersenyum. Aku pun ikut
tersenyum.
“makanya
harus hati-hati biar tidak luka” aku mengingatkan.
“nanti
kalau sudah kembali, jangan lupa kasi penjelasan ke orang-orang, mbak ya.” Pasien
di sebelah ku menyela.
“ya
pak, InsyaAllah”
Sampai
saat ini memang informasi itu tidak berimbang. Masih banyak berita yang miring
tentang penderita kusta. Begitupun yang aku dapat sebelum ini. dan itulah
tugasku untuk meluruskan informasi ini. apalagi pamekasan masih menjadi kota
dengan kejadian kusta yang tinggi.
Aku
sudahi dialog kali ini. aku beruntung karena pasien ini kooperatif. Yang menjadi
penyebab dia mengalami reaksipun aku ketahui. aku sangat bersyukur.
0 komentar:
Posting Komentar