Selasa, 15 Maret 2011

Pemimpin, Pahlawan, dan Pengorbanannya*


 Sekarang ini rakyat Indonesia tengah mendapat tawaran terkait penganugrahan gelar pahlawan terhadap mantan presiden negeri ini yang itu Suharto. Sama seperti kasus yang lain. Masalah ini pun mendapatkan pro dan kontra dari masyarakat. Ada yang setuju, ada pula yang menolak. Mereka memiliki alasan masing-masing mengapa mendukung ataupun mengapa menolak. Perbedaan pendapat itu sah-sah saja. Karena negeri ini adalah Negara demokrasi yang kebebasan berpendapat terbuka lebar.
            Lalu, apa sebenarnya pahlawan? Mengapa ada perbedaan pendapat terkait penyematan pahlawan pada diri seorang Suharto? Kata pahlawan dalam kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata Pahla dan Wan.
Pahla mengandung makna buah, sedang Wan untuk sebutan orangnya (bersangkutan). Pengertian secara luas pahlawan (baca: pahlawan nasional) adalah orang yang menghasilkan sebuah karya untuk kepentingan bangsa dan negara atau seorang pejuang gagah berani yang mengorbankan jiwa dan raga untuk kepentingan Bangsa dan Negara.
Seperti kisah seorang Florence Nightingale untuk menyelamatkan korban perang. Dia mendedikasikan dirinya untuk membantu para korban perang tersebut untuk mendapat perawatan sebagaimana mestinya. Meskipun mendapat larangan dari orang tuanya, dia tetap bertahan dengan apa yang diyakininya. Pada saat itu, profesi perawat masih diaggap sebuah profesi rendahan dan identik dengan hal yang negative. Tapi, Florence tetap bertahan dengan pendiriannya sehingga tercetuslah teori environmental nursing yang digunakan sebagai rujukan model keperawatan samapai saat ini.
            Sedangkan putu wijaya mendefinisikan, pahlawan  sejati adalah cahaya yang menuntun rakyat ke tujuan. Menemani langkah setiap orang menembus kemelut hidup menuju terang. Membisikkan pesan agar selalu memenangkan kebenaran. Dia jadikan hidup sebuah pertempuran panjang dengan pengabdian, pengorbanan demi kebahagiaan bersama.
            Pengabdian dan pengorbanan yang identik dengan seorang pahlawan. Tidak ada orang yang dinobatkan sebagai pahlwan tanpa ada pengorbanan yang dia lakukan. Bukan pengorbanan sesaat, tapi sepanjang hidupnya dia korbankan untuk keberhasilan perjuangannya. Orang-orang yang ada di balik kemerdekaan bangsa Indonesia, adalah orang-orang yang sudah mengorbankan jiwa raganya demi kemerdekaan bangsa ini. Mereka rela mengurangi waktu untuk keluarganya. Bahkan untuk dirinya sendiri. Tuanku imam bonjol, pattimura, Christina Martha tiahahu, cut nyak dien, dan yang lainnya. Adalah contoh pahlawan sejati yang dimiliki bangsa ini.
            Seorang pahlawan sejati tidak membutuhkan pujian dari apa yang mereka lakukan. Mereka bekerja dalam sunyi tanpa ada yang tahu kecuali dia sendiri dan Tuhannya. Dalam islam, begitu banyak pahlawan yang sudah gugur untuk tegaknya agama ini. Mereka tidak butuh untuk mendapatkan gelar pahlawan, karena syahidlah tujuan mereka.
            Pahlawan dan pengorbanan adalah sesuatu yang selalu beriringan. Meskipun tak selalu orang yang melakukan akan dicatat sebagai pahlawan. Khalifah umar yang merupakan pemimpin wilayah yang luasnya hampir 2/3 bumi. Hidup dalam kesederhanaan meskipun beliau adalah petinggi Negara besar. Umar benar-benar menunjukkan pegorbanannya untuk rakyat. Ketika terjadi paceklik didaerah kekuasaannya, dia mengharamkan daging masuk keperutnya. Ketika suatu waktu beliau berkeliling untuk melihat kondsi warganya, dia menemukan satu keluarga yang kelaparan, dan yang dia lakukan adalah memanggul sendiri gandum yang akan diberikan pada rakyatnya.
            Dari semua pengorbanan yang telah umar lakukan, dia tidak pernah berharap mendapatkan gelar pahlawan. Padahal, betapa besar pengorbanan untuk rakyatnya. Bagitu juga dengan umar bin abdul azis. Meskipun kedudukan sebagai khalifah adalah cita-citanya, dia tidaklah sibuk memenuhi apa yang dia inginkan. Tapi justru, ketika dia menjadi khalifah, dia mengorbankan apa yang dia miliki untuk membuat Negara yang dipimpinnya terbebas dari kemiskinan yang membelenggu saat itu. Dua setengah tahun masa pemerintahan beliau. Singkat memang, tapi berhasil merubah Negara yang awalnya miskin, menjadi Negara yang kebingungan untuk menyalurkan zakat karena didaerahnya sudah tidak ada yang mau menerima zakat.
            Begitulah seharusnya seorang pahlawan. Berkorban sepenuh jiwanya untk melihat negerinya menjadi lebih baik. Tidak hanya satu sisi berhasil, tapi sisi lain tidak tergarap. Sehingga, ketika penyematan gelar pahlawan dianugrahkan pada satu orang tidak aka nada yang akan memprotesnya. Apakah orang itu pantas untuk mendapatkan gelar pahlawan atau tidak.  
* tulisan yang saya buat untuk opini beasiswa Mutiara bulan oktober

0 komentar:

Posting Komentar