Judul: Perjalanan Hati
Penulis : Riawani Elyta
Penerbit : Rak Buku
Tebal buku : 194+iii
Harga buku : Rp. 43.000,-
Ini
cerita tentang aku
Aku
yang menapaktilasi masa lalu, mencoba menari rasa yang terserak untuk
menetapkan hati
Aku
yang berjalan mengitari hatinya, mencoba mencari getaran itu kembali
Ketika
semua rasa terasa hampa, apakah kau masih mau berdiri di sana...
Menungguku
pulang dan memelukku erat
Kisah
tentang Maira yang secara tiba-tiba meminta ijin Yudha – suaminya – untuk mengikuti
agenda backpacker ke anak gunung
krakatau yang diaadakan oleh agensi milik adiknya, Ibra. Permintaan yang
terkesan mendadak, paska kedatangan Donna - seseorang dari masa lalu Yudha - untuk
menemui Maira beberapa waktu sebelumnya. Donna menceritakan tentang kisah mala
lalunya dengan Yudha dan “dosa” yang pernah mereka buat. Kepergian Maira
terkesan janggal bagi Yudha, terlebih dengan komitmen yang dibuat Maira dua
tahun lalu sebelum Maira dan Yudha melangsungkan pernikahan, menimbulkan
pertanyaan di benak Yudha terkait alasan kepergian Maira melakukan hobi
lamanya.
Di
perjalanan, Maira bertemu dengan Andri, seseorang yang pernah menempati ruang
hatinya. Yang juga menjadi salah satu alasan Maira mengikuti agenda perjalanan
ini. Pertemuan selama menuju destinasi wisata mau tidak mau kembali menimbulkan
kenangan manis kebersamaan mereka. Sejenak melupakan apa yang tengah terjadi
dengan rumah tangganya bersama Yudha, sambil menetapkan hatinya kemanakah
hatinya akan berlabuh paska perjalanan ini? Menjauh pada kenyataan tentang masa
lalu Yudha dan bersama Andri, atau mengubur kenangan manis kebersamaan bersama
Andri dan kembali menerima Yudha?
Permasalahan
yang simple, namun dikemas dengan cara yang menarik. Melakukan perjalanan untuk
menemukan sebuah jawaban dari permasalahan yang tengah dihadapi. Dengan jumlah
halaman yang tidak banyak, penyelesaian dari masalah ini juga tidak
bertele-tele. Namun tetap bisa membawa pembaca terlibat dalam pergolakan emosi
yang dialami para tokohnya.
Beberapa
quote mewarnai kisah Maira dan Yudha,
setiap di awal chapter selalu diawali
dengan kalimat kunci. Beberapa quote
tersebut;
“terkadang,
cara kerja takdir memang unik dan baru dipahami manusia saat peristiwa itu
telah berlalu” (hal. 7)
“cara
kerja jodoh, terkadang memang unik dan tak terbaca, bukan? Saat berada pada
dimensi yang sama, kita justru seperti tidak saling mengenal. Tetapi saat telah
terpisah dan mengisi dimensi hidup yang berbeda, barulah kita kembali
dipertemukan dan mengalami pertautan hati.” (hal. 26)
“tentang
sebuah rasa yang terus tumbuh da terpelihara. Jika tidak pada tempatnya, maka
ia tak ubahnya ilalang kering” (hal. 73)
“pernikahan
nggak selamanya menjadi gembok besar yang menghalangi kesempatan orang lain
untuk memasukinya selama yang empunya juga selalu alpa memasang gembok itu
rapat-rapat” (hal. 53)
“Rintangan ada untuk
kita hadapi dan taklukkan, bukan untuk dihindari apalagi sampai mencari
pelampiasan jika merasa tak sanggup menghadapinya” (Hal. 117)
Namun,
ada beberapa hal yang membuat saya terganggu membaca kisah ini. Di halaman 56,
terdapat kata “kibor” yang maksudnya ada keyboard laptop atau komputer. Kenapa tidak
ditulis sebagaimana harusnya? Jadi terlihat aneh. Dan di halaman 59, katan “napsu”
yang seharusnya”nafsu” atau dimiringkan jika memang itu bahasa tidak baku. Dihalaman
59 juga, perubahan tiba-tiba kata sapaan yang digunakan Surya dan Yudha dalam
percakapan mereka terkesan janggal. Ada beberapa kalimat yang menurut saya
janggal, misalnya:“Maira menangkupkan kedua tangannya ke atas
topinya”
Terlepas dari kekurangan-kekurangan itu, saya tetap enjoy
menikmati novel ini. Ada info baru yang saya dapatkan. Dan selipan penyakit
yang jarang diangkat oleh kisah-kisah pada umumnya, menjadi kejutan di novel
ini. Kualitas kertas sesuai dengan harga yang dibuat untuk novel ini, walaupun
bagi saya tetap tergolong mahal jika dibandingkan dengan ketebalan novel yang
tidak seberapa.
Demikian review singkat dari saya, selamat membaca dan
semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar