Selasa, 17 Desember 2013

Belajar Tentang Kearifan Kampung Dari Serial Anak-Anak Mamak


          
  Eliana, Pukat, Burlian, dan Amelia adalah anak-anak dari Mamak Nurmas dan Bapak Syahdan. Mereka lahir dan besar di sebuah perkampungan di lereng bukit barisan. Sebuah kampung yang masih sangat kuat memegang tradisi nenek moyang untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan dan syari’at agama. Sebuah kampung yang masih kaya dengan hutannya yang lebat beserta flora dan fauna yang berada di dalamnya, ladang milik penduduk yang diolah dengan cara tradisional, dan sungai yang menyimpan ikan dan batu-batu indah.
            Mereka berempat dan teman-teman sepermainan tumbuh dalam kearifan kampung yang masih sangat terjaga. Dijaga oleh para tetua kampung yang berperan melalui profesinya masing-masing.
Pak Bin yang dengan setia dan sabar mengajar para murid di satu-satunya SD di desa itu. Pak Bin benar-benar menjadi guru yang disegani, tidak hanya oleh para murid, namun juga oleh para orang tua. Pak Bin, yang dengan sabar mengajar anak-anak kampungnya mulai dari kelas satu hingga kelas enam seorang diri, terus mengajar walaupun janji untuk pengangkatan menjadi PNS tidak jelas kapan akan terlaksana. Berusaha keras, agar para murid menyelesaikan pendidikan dasar, karena tiap tahun selalu saja ada muridnya yang putus sekolah untuk membantu orang tuanya di ladang. Pak Bin yang setiap tahun ajaran baru memberi penjelasan pada para orang tua murid pentingnya sebuah pendidikan.
Nek Kiba, tetua kampung yang setiap malam mengajar anak-anak mengaji. Melalui kisah yang sering Nek Kiba ceritakan pada anak-anak, mereka diperkenalkan dengan sejarah islam dan hikmah yang berada di baliknya. Nek Kiba, orang yang paling disegani di kampung, menjadi orang yang selalu menjadi orang pertama ketika penyimpangan syari’at terjadi di kampung itu. Dari Nek Kiba anak-anak belajar tentang kejujuran, kedisiplinan, dan pentingnya pengetahuan agama.

Wak Yati,yang merupakan kakak dari Bapak Syahdan. Dengan pengalaman masa muda yang sarat dengan pelajaran dari perjalanan masa muda yang telah dijalani, banyak hal yang anak-anak mamak dapatkan dari beliau. Eliana dan Amelia bahkan tidak hanya belajar dari kisah yang seringkali Wak Yati ceritakan pada mereka, namun juga tentang keterampilan yang sudah semakin banyak ditinggalkan anak-anak muda, menenun. Ya, Eliana dan Amelia belajar menenun dari Wak Yati. Sedangkan Pukat dan Burlian diingatkan tentang harta berharga yang masih dimiliki kampung mereka, ketika mereka melakukan kenakalan yang dianggap keterlaluan.
Paman Unus, yang merupakan adik dari Mamak Nurmas. Paman tersayangnya anak-anak. Bersama Paman Unus, tiap bulan secara bergantian, anak-anak selalu diajak mengalami petualangan yang selalu tidak bisa mereka prekdisikan. Selain itu juga selalu sesuai dengan kegemaran mereka. Bersama Paman Unus, mereka menemukan apa yang menjadi passion mereka ketika dewasa nanti.
Dan tokoh yang paling penting dari semua itu tentu saja Bapak Syahdan dan Mamak Nurmas. Bukankah sekolah pertama adalah keluarga? Melalui sikap tegas dan cerewetnya Mamak kepada anak-anaknya, Mamak telah mendidik anak-anak menjadi orang yang bertanggung jawab dan menghargai arti kerja keras. Walaupun kadang kecerewetan Mamak dan ketegasannya membuat anak-anak – kecuali  Amelia – menganggap Mamak tidak menyayangi mereka. Namun, selalu ada Bapak yang mengajarkan kepada mereka tentang hikmah hidup melalui cerita masa lalu dan pelajaran dari kehidupan yang mereka temui sehari-hari. Bapak mengingatkan tentang kasih sayang Mamak yang begitu besar kepada mereka berempat, hingga mereka sadar bahwa apa yang telah dan akan mereka lakukan untuk kebahagiaan Mamak tidaklah seberapa dibanding dengan apa yang telah Mamak lakukan untuk mereka. Dari mereka berempat, hanya Amel yang paham bagaimana Mamak sangat menyayangi mereka, sehingga tidak ada rasa sakit hati ketika harus dimarahi oleh Mamak.
Tumbuh dalam suasana kampung yang masih alami, dengan warga yang saling menjaga, anak-anak mamak menjadi pribadi yang luar biasa. Eliana menjadi anak yang pemberani, dia berani menentang perusahaan tambang yang akan mengeruk pasir sungai kampungnya. Pukat menjadi anak yang jenius, yang bisa memecahkan persoalan dalam bidang teknologi. Burlian menjadi anak yang spesial, yang beruntung bisa pergi ke Jepang dan berbagai dunia yang lain karena hubungan baik dengan pimpinan kontraktor asal jepang yang dia kenal. Dan Amelia, menjadi anak yang paling kuat.bukan kuat secara fisik, namun kuat secara pemahaman. Amelia memang anak bungsu, tapi dia paling dewasa dibanding semuanya.
Dari kisah anak-anak Mamak, saya mendapatkan sebuah pelajaran, bahwa pendidikan anak yang sempurna, tidak cukup hanya rumah yang terkondisikan, tapi juga lingkungan dimana anak-anak berinteraksi tiap harinya. Dan sekolah, bukanlah tempat pendidikan utama untuk membentuk karakter, rumah tetaplah menjadi sekolah utama dan pertama untuk membentuk karakter anak di masa depan. Dengan ungkapan yang sering diucapkan orang tua. Seperti Mamak Nurmas dan bapak syahdan pada anak-anaknya.
Eliana, kau adalah anak pemberani!
Pukat, kau memang anak yang jenius!
Burlian, kau adalah anak yang spesial!
Amel, kau memang anak yang paling kuat!
Dan julukan itu diikuti oleh orang disekitar mereka, hingga mereka tumbuh seperti apa yang mereka dapat selama ini.

            Apa harta paling berharga sebuah negara? Seperti teka-teki yang diberikan Wak yati pada Pukat, harta paling berharga dari kampung ini, bagi negara ini adalah anak-anak. Sungguh beruntung jika masih ada kampung seperti dalam kisah ini. Tidak seperti sekarang yang racun bagi anak-anak ada di mana-mana. Lingkungan yang tidak terkondisikan penuh, media yang setiap hari menyuguhkan acara-acara yang membahayakan perkembangan anak-anak. Baik media cetak, elektronik maupun media internet. Melalui media itu, harta paling berharga dari negara ini secara perlahan-lahan dihancurkan. Ketika anak-anak hancur, apalagi yang masih negara ini miliki?

0 komentar:

Posting Komentar