Mereka berempat dan
teman-teman sepermainan tumbuh dalam kearifan kampung yang masih sangat
terjaga. Dijaga oleh para tetua kampung yang berperan melalui profesinya
masing-masing.
Pak Bin yang dengan setia dan sabar mengajar para murid
di satu-satunya SD di desa itu. Pak Bin benar-benar menjadi guru yang disegani,
tidak hanya oleh para murid, namun juga oleh para orang tua. Pak Bin, yang dengan
sabar mengajar anak-anak kampungnya mulai dari kelas satu hingga kelas enam
seorang diri, terus mengajar walaupun janji untuk pengangkatan menjadi PNS
tidak jelas kapan akan terlaksana. Berusaha keras, agar para murid
menyelesaikan pendidikan dasar, karena tiap tahun selalu saja ada muridnya yang
putus sekolah untuk membantu orang tuanya di ladang. Pak Bin yang setiap tahun
ajaran baru memberi penjelasan pada para orang tua murid pentingnya sebuah
pendidikan.
Nek Kiba, tetua kampung yang setiap malam mengajar
anak-anak mengaji. Melalui kisah yang sering Nek Kiba ceritakan pada anak-anak,
mereka diperkenalkan dengan sejarah islam dan hikmah yang berada di baliknya.
Nek Kiba, orang yang paling disegani di kampung, menjadi orang yang selalu
menjadi orang pertama ketika penyimpangan syari’at terjadi di kampung itu. Dari
Nek Kiba anak-anak belajar tentang kejujuran, kedisiplinan, dan pentingnya
pengetahuan agama.
Wak Yati,yang merupakan kakak dari Bapak Syahdan. Dengan
pengalaman masa muda yang sarat dengan pelajaran dari perjalanan masa muda yang
telah dijalani, banyak hal yang anak-anak mamak dapatkan dari beliau. Eliana
dan Amelia bahkan tidak hanya belajar dari kisah yang seringkali Wak Yati
ceritakan pada mereka, namun juga tentang keterampilan yang sudah semakin
banyak ditinggalkan anak-anak muda, menenun. Ya, Eliana dan Amelia belajar
menenun dari Wak Yati. Sedangkan Pukat dan Burlian diingatkan tentang harta
berharga yang masih dimiliki kampung mereka, ketika mereka melakukan kenakalan
yang dianggap keterlaluan.
Paman Unus, yang merupakan adik dari Mamak Nurmas. Paman
tersayangnya anak-anak. Bersama Paman Unus, tiap bulan secara bergantian,
anak-anak selalu diajak mengalami petualangan yang selalu tidak bisa mereka
prekdisikan. Selain itu juga selalu sesuai dengan kegemaran mereka. Bersama
Paman Unus, mereka menemukan apa yang menjadi passion mereka ketika dewasa nanti.
Dan tokoh yang paling penting dari semua itu tentu saja
Bapak Syahdan dan Mamak Nurmas. Bukankah sekolah pertama adalah keluarga?
Melalui sikap tegas dan cerewetnya Mamak kepada anak-anaknya, Mamak telah
mendidik anak-anak menjadi orang yang bertanggung jawab dan menghargai arti
kerja keras. Walaupun kadang kecerewetan Mamak dan ketegasannya membuat
anak-anak – kecuali Amelia – menganggap
Mamak tidak menyayangi mereka. Namun, selalu ada Bapak yang mengajarkan kepada
mereka tentang hikmah hidup melalui cerita masa lalu dan pelajaran dari
kehidupan yang mereka temui sehari-hari. Bapak mengingatkan tentang kasih
sayang Mamak yang begitu besar kepada mereka berempat, hingga mereka sadar
bahwa apa yang telah dan akan mereka lakukan untuk kebahagiaan Mamak tidaklah
seberapa dibanding dengan apa yang telah Mamak lakukan untuk mereka. Dari
mereka berempat, hanya Amel yang paham bagaimana Mamak sangat menyayangi
mereka, sehingga tidak ada rasa sakit hati ketika harus dimarahi oleh Mamak.
Tumbuh dalam suasana kampung yang masih alami, dengan
warga yang saling menjaga, anak-anak mamak menjadi pribadi yang luar biasa.
Eliana menjadi anak yang pemberani, dia berani menentang perusahaan tambang
yang akan mengeruk pasir sungai kampungnya. Pukat menjadi anak yang jenius,
yang bisa memecahkan persoalan dalam bidang teknologi. Burlian menjadi anak
yang spesial, yang beruntung bisa pergi ke Jepang dan berbagai dunia yang lain
karena hubungan baik dengan pimpinan kontraktor asal jepang yang dia kenal. Dan
Amelia, menjadi anak yang paling kuat.bukan kuat secara fisik, namun kuat
secara pemahaman. Amelia memang anak bungsu, tapi dia paling dewasa dibanding
semuanya.
Dari kisah anak-anak Mamak, saya mendapatkan sebuah
pelajaran, bahwa pendidikan anak yang sempurna, tidak cukup hanya rumah yang
terkondisikan, tapi juga lingkungan dimana anak-anak berinteraksi tiap harinya.
Dan sekolah, bukanlah tempat pendidikan utama untuk membentuk karakter, rumah
tetaplah menjadi sekolah utama dan pertama untuk membentuk karakter anak di
masa depan. Dengan ungkapan yang sering diucapkan orang tua. Seperti Mamak
Nurmas dan bapak syahdan pada anak-anaknya.
Eliana, kau adalah anak pemberani!
Pukat, kau memang anak yang jenius!
Burlian, kau adalah anak yang spesial!
Amel, kau memang anak yang paling kuat!
Dan julukan itu diikuti oleh orang disekitar mereka, hingga mereka tumbuh
seperti apa yang mereka dapat selama ini.
Apa harta paling berharga
sebuah negara? Seperti teka-teki yang diberikan Wak yati pada Pukat, harta
paling berharga dari kampung ini, bagi negara ini adalah anak-anak. Sungguh
beruntung jika masih ada kampung seperti dalam kisah ini. Tidak seperti
sekarang yang racun bagi anak-anak ada di mana-mana. Lingkungan yang tidak
terkondisikan penuh, media yang setiap hari menyuguhkan acara-acara yang
membahayakan perkembangan anak-anak. Baik media cetak, elektronik maupun media
internet. Melalui media itu, harta paling berharga dari negara ini secara
perlahan-lahan dihancurkan. Ketika anak-anak hancur, apalagi yang masih negara
ini miliki?
0 komentar:
Posting Komentar