Minggu, 15 September 2013

Untuk kesekian kalinya....


Untuk kesekian kalinya...
aku harus berterimakasih pada Ramah (alm) yang telah mengajarkanku membaca dari usia preschool. Sebuah kegiatan yang tidak pernah didapatkan oleh dua orang saudaraku
Untuk kesekian kalinya...
aku  harus berterimakasih pada Ramah (alm) yang telah mengajarkanku untuk cinta membaca dengan cara menyenangkan.
Karena...
Untuk kesekian kalinya...
aku mendapatkan manfaat dari kegemaranku membaca buku. Baik fiksi ataupun non fiksi. Dari novel romance, historical fiction, petualangan, maupun yang science fiction.
Ramah, mengajarkanku membaca sejak usiaku 4 tahun. Secara formal. Setiap habis maghrib adalah jadwalku untuk belajar membaca. Sebuah paksaan? Bisa jadi. Tapi, aku melihat ini sebagai bentuk kewajiban orang tua pada anaknya. Namun yang unik adalah, kewajiban belajar membaca sejak usia preschool tidak aku temukan pada mas dan adikku.
Selain waktu wajib setiap ba’da maghrib, waktu belajarku yang lain adalah ketika kami bepergian. Sepanjang perjalanan, Ramah akan memberikanku tebak-tebakan. Apa tulisan atau nama jalan, toko, atau baliho iklan yang kami temui sepanjang perjalanan.
Karena sudah dilatih, dan dibiasakan untuk membaca inilah yang menjadi penyebab utama aku kemudian gemar membaca. Ketika SD, aku membaca buku-buku paket bahasa indonesia milik kelas yang lebih atas. Saat aku kelas tiga, aku sangat suka membaca kisah dua musafir yang tersesat di padang pasir dan mengalami kehausan. Kisah ini berjudul “kaktus ajaib” cerita yangaku temui di buku paket milik anak kelas enam, yang tidak lain adalah milik masku. Karena saking seringnya diulang-ulang untuk dibaca, aku sampai hafal keseluruhan isi kisah tersebut. Karena saat SD perpustakaannya tidak terawat, maka kegemaranku membaca agak terganggu. Sehingga jika ada buku atau novel yang tergeletak di rumah, aku akan membacanya berulang-ulang.
Ketika SMP, bacaan favoritku adalah Lima Sekawan karya Enid Blyton. Dari sinilah kegemaranku membaca novel tersalurkan. Hampir setiap akhir pekan atau ketika PR tidak banyak, aku akan membaca pulang novel-novel yang ada diperpustakaan. Jadilah, selama 3 tahun di SMP, aku mengahabiskan serial Lima sekawan dan Sapta siaga karya Enid Blyton, Goosebumps karya R.L Stine, dan serial kocak pelajar SMA paling populer saat itu ‘LUPUS’ karya Hilman.
Saat SMA, barulah perkenalan dengan novel-novel Islami terbitan DAR!Mizan dan para penulis FLP aku lahap. Walaupun koleksi perpus tidak banyak, tapi cukup membuatku ketagihan dengan buku-buku yang ada. Di saat SMA inilah aku berkenalan dengan karya sastra Indonesia jaman dulu. Interaksi awal tidak lain karena tuga resensi yang diberikan. Selain itu, di masa SMA inilah aku mengenal Novel science fiction.
Saat kuliah, disinilah aku berkenalan dengan buku pergerakan. Pemikiran tokoh-tokoh keren. Mereka yang hidup tidak hanya untuk dirinya, tapi perbaikan dunia ini. Berinteraksi dengan buku-buku ini memang bukan tanpa sebab. Lingkungan baru yang aku masuki, mewajibkanku untuk membaca buku-buku “berat” ini. Dan disaat ini pulalah, bacaanku semakin beragam. Aku mengenal historical fiction, buku sastra terjemahan, dan buku traveling.
Dan... dari kegemeranku membaca, aku mendapatkan banyak manfaat. Yang paling terasa adalah, dengan membaca aku bukanlah seorang yang kuper alias kurang pergaulan. Walaupun tidak pernah berkunjung ke suatu daerah, dengan membaca aku tahu kondisi di sana, bagaimana penduduknya, dan lain-lain. Dengan membaca, aku bisa mengenal dunia diluar disiplin ilmu yang aku tekuni. Membaca novel yang berkisah tentang arsitektur, aku mendapat sedikit ilmu tentang arsitektur, membaca novel yang setting tempat di daerah sumatra, aku sedikit tahu bagaimana masyarakat dan kondisi alam di sana. Dan itu sangat menyenangkan. Dan kini, aku merasakan manfaatnya. Ketika bertemu dengan orang yang baru dikenal, tidak merasa takut untuk tidak nyambung, karena aku memiliki bahan untuk dibicarakan. Seperti kemarin, ketika menamani temanku mengantar temannya dari Bengkulu jalan-jalan di Surabaya, aku tidak benar-benar mati kutu karena aku bisa masuk pada pembicaraan mereka. Pun, ketika menghadapi adik mentor yang beda jurusan, bekal dari beberapa hal yang aku dapat dari membaca, sangat bermanfaat untuk memperpanjang diskusi kami.
Nah, dan untuk kesekian kalinya...
Aku membuktikan bahwa buku adalah jendela dunia... dengan banyak membaca aku banyak tahu tentang dunia yang tengah aku tinggali...
Untuk kesekian kalinya.. .
Terimakasih Ramah untuk pengajarannya, terimakasih perpus SMP N 2 dan SMA N1 Pamekasan untuk koleksi buku-bukunya, dan terimakasih untuk teman-temanku yang sering aku pinjami buku.

2 komentar:

  1. novel arsitektur itu Diorama sepasang Al Banna ya? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. anda benar..:D
      Diorama sepasang albanna dan dilatasi memori

      Hapus