Untuk kesekian kalinya...
aku harus berterimakasih pada Ramah (alm) yang telah mengajarkanku membaca dari usia preschool. Sebuah kegiatan yang tidak pernah didapatkan oleh dua orang saudaraku
Untuk kesekian kalinya...
aku harus berterimakasih pada Ramah (alm) yang telah mengajarkanku untuk cinta membaca dengan cara menyenangkan.
Karena...
Untuk kesekian kalinya...
aku mendapatkan manfaat dari kegemaranku membaca buku. Baik fiksi ataupun non fiksi. Dari novel romance, historical fiction, petualangan, maupun yang science fiction.
Ramah, mengajarkanku membaca sejak
usiaku 4 tahun. Secara formal. Setiap habis maghrib adalah jadwalku untuk
belajar membaca. Sebuah paksaan? Bisa jadi. Tapi, aku melihat ini sebagai
bentuk kewajiban orang tua pada anaknya. Namun yang unik adalah, kewajiban
belajar membaca sejak usia preschool
tidak aku temukan pada mas dan adikku.
Selain waktu wajib setiap ba’da maghrib,
waktu belajarku yang lain adalah ketika kami bepergian. Sepanjang perjalanan,
Ramah akan memberikanku tebak-tebakan. Apa tulisan atau nama jalan, toko, atau
baliho iklan yang kami temui sepanjang perjalanan.
Karena sudah dilatih, dan dibiasakan
untuk membaca inilah yang menjadi penyebab utama aku kemudian gemar membaca. Ketika
SD, aku membaca buku-buku paket bahasa indonesia milik kelas yang lebih atas. Saat
aku kelas tiga, aku sangat suka membaca kisah dua musafir yang tersesat di
padang pasir dan mengalami kehausan. Kisah ini berjudul “kaktus ajaib” cerita
yangaku temui di buku paket milik anak kelas enam, yang tidak lain adalah milik
masku. Karena saking seringnya diulang-ulang untuk dibaca, aku sampai hafal
keseluruhan isi kisah tersebut. Karena saat SD perpustakaannya tidak terawat,
maka kegemaranku membaca agak terganggu. Sehingga jika ada buku atau novel yang
tergeletak di rumah, aku akan membacanya berulang-ulang.
Ketika SMP, bacaan favoritku adalah Lima
Sekawan karya Enid Blyton. Dari sinilah kegemaranku membaca novel tersalurkan. Hampir
setiap akhir pekan atau ketika PR tidak banyak, aku akan membaca pulang
novel-novel yang ada diperpustakaan. Jadilah, selama 3 tahun di SMP, aku
mengahabiskan serial Lima sekawan dan Sapta siaga karya Enid Blyton, Goosebumps
karya R.L Stine, dan serial kocak pelajar SMA paling populer saat itu ‘LUPUS’
karya Hilman.
Saat SMA, barulah perkenalan dengan
novel-novel Islami terbitan DAR!Mizan dan para penulis FLP aku lahap. Walaupun koleksi
perpus tidak banyak, tapi cukup membuatku ketagihan dengan buku-buku yang ada. Di
saat SMA inilah aku berkenalan dengan karya sastra Indonesia jaman dulu. Interaksi
awal tidak lain karena tuga resensi yang diberikan. Selain itu, di masa SMA
inilah aku mengenal Novel science fiction.
Saat kuliah, disinilah aku berkenalan
dengan buku pergerakan. Pemikiran tokoh-tokoh keren. Mereka yang hidup tidak
hanya untuk dirinya, tapi perbaikan dunia ini. Berinteraksi dengan buku-buku
ini memang bukan tanpa sebab. Lingkungan baru yang aku masuki, mewajibkanku
untuk membaca buku-buku “berat” ini. Dan disaat ini pulalah, bacaanku semakin
beragam. Aku mengenal historical fiction, buku sastra terjemahan, dan buku
traveling.
Dan... dari kegemeranku membaca, aku
mendapatkan banyak manfaat. Yang paling terasa adalah, dengan membaca aku
bukanlah seorang yang kuper alias kurang pergaulan. Walaupun tidak pernah
berkunjung ke suatu daerah, dengan membaca aku tahu kondisi di sana, bagaimana
penduduknya, dan lain-lain. Dengan membaca, aku bisa mengenal dunia diluar
disiplin ilmu yang aku tekuni. Membaca novel yang berkisah tentang arsitektur,
aku mendapat sedikit ilmu tentang arsitektur, membaca novel yang setting tempat
di daerah sumatra, aku sedikit tahu bagaimana masyarakat dan kondisi alam di
sana. Dan itu sangat menyenangkan. Dan kini, aku merasakan manfaatnya. Ketika bertemu
dengan orang yang baru dikenal, tidak merasa takut untuk tidak nyambung, karena
aku memiliki bahan untuk dibicarakan. Seperti kemarin, ketika menamani temanku
mengantar temannya dari Bengkulu jalan-jalan di Surabaya, aku tidak benar-benar
mati kutu karena aku bisa masuk pada pembicaraan mereka. Pun, ketika menghadapi
adik mentor yang beda jurusan, bekal dari beberapa hal yang aku dapat dari
membaca, sangat bermanfaat untuk memperpanjang diskusi kami.
Nah, dan untuk kesekian kalinya...
Aku membuktikan bahwa buku adalah
jendela dunia... dengan banyak membaca aku banyak tahu tentang dunia yang
tengah aku tinggali...
Untuk kesekian kalinya.. .
Terimakasih Ramah untuk pengajarannya,
terimakasih perpus SMP N 2 dan SMA N1 Pamekasan untuk koleksi buku-bukunya, dan
terimakasih untuk teman-temanku yang sering aku pinjami buku.
novel arsitektur itu Diorama sepasang Al Banna ya? :D
BalasHapusanda benar..:D
HapusDiorama sepasang albanna dan dilatasi memori