Kami berangkat dari Surabaya pukul 21.30 WIB dengan menggunakan Bus Mini alias Bison. Jalanan Surabaya-Sidoarjo yang cukup padat saat malam minggu, membuat perjalanan agak lambat, tapi semua tidak masalah karena kami sampai dengan selamat di tempat Parkir kendaraan pukul 02.00 WIB sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju kawah Bromo.
Perjalanan ke Bromo adalah yang pertama buatku dan buat yang lain juga. Walaupun begitu, kami tidak buta informasi tentang kiat-kiat mengunjungi Bromo. Bertanya pada orang yang sudah pernah pergi ke sana, juga membaca catatan perjalanan di buku atau di majalah, cukup memberikan gambaran padaku tentang Bromo. Selain pemandangan yang pasti menjanjikan keindahan, persiapan fisik dan logistik adalah hal utama yang harus dipersiapkan ketika mengunjungi Bromo. Suhu yang dingin, track menanjak dan berpasir membutuhkan persiapan lebih, terutama bagi yang pertama melakukan perjalanan semacam ini.
Perjalanan dimulai...
Dari tempat parkir bison, track yang kami lalui adalah jalanan beraspal yang menurun, mudah tapi harus tetap berhati-hati agar tidak salah melangkah. Dengan bantuan penerangan dari senter yang kami bawa, kami mengikuti rombongan yang ada di depan kami. Maklum, kami tidak pakai guide, dan kami adalah rombongan yang kesemuanya perempuan. Memasuki lahan berpasir, track yang dilalui memang landai, tapi karena pasir yang menemani langkah kami, maka langkah yang diambilpun melambat. Tepat dengan senter dan fokus pada rombongan yang ada di depannya, setelah sekitar satu jam perjalanan, kami tiba di track pasir yang menanjak, di sinilah mulai merasakan perjalanan yang cukup berat. kaki semakin berat dilangkahkan, selain kelelahan, dingin yang semakin menusuk (sekitar 11o C) adalah semakin melambatnya langkah kaki kami. Setelah melalui track yang menanjak dan berpasir dengan penuh perjuangan, kami tiba di tangga menuju kawah Bromo. Melewati tangga ini juga tidak mudah. Tanjakan yang curam, dan pasir yang menutupi tiap anak tangga, membutuhkan perjuangan untuk melaluinya. Tapi pada akhirnya, kami tiba juga di kawah bromo, di sana sudah banyak orang berkumpul untuk sama-sama melihat terbitnya matahari yang selalu mempesona para wisatawan.
Pukul 03.30 WIB, kami semua akhirnya sampai juga di kawah bromo. Mencari tempat yang masih kosong untuk ditempati berdua belas. Akhirnya kami memutuskan untuk menempati bagian paling barat dari lahan yang ada di bibir kawah. Angin di bibir kawah berhembus cukup kencang, juga suhu yang terasa semakin dingin. Dengan kondisi seperti ini, kami seperti enggan bergerak, belum lagi kaki yang kelelahan karena perjalanan yang sudah dilalui. Namun, kondisi ini tidak mengahalangi kami untuk tetap melakukan tadabur alam seperti tujuan yang dicanangkan di awal. Untuk mengisi waktu menunggu waktu shubuh, secara bergantian, adik-adik membaca surat Al A'raaf yang sangat cocok dengan kondisi kami sekarang. Setelah tiga halaman dibaca, akhirnya waktu shubuh tiba, secara bergantian kami melakukan sholat shubuh di bibir kawah bromo dengan menahan dingin yang serasa semakin menusuk. Sholat shubuh di bibir kawah, dengan angin dingin yang berhembus cukup kencang adalah pengalaman pertamaku. Sensasi yang dirasakan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Akhirnya sunrise yang menjadi destinasi kami mendaki hingga ke kawah ini mulai menampakkan pesonanya. Namun sayang, kami tidak dapat dengan leluasa menatap pesonanya. Puluhan orang yang telah menempati bagian timur bibir kawah menutupi pemandangan yang sangat ingin kami lihat. Tapi, ada sebuah kesadaran yang akhirnya datang dalam benakku, walaupun tidak bisa melihat keindahan sunrise secara leluasa, aku tidak akan kecewa. Kesempatan menjejakkan kaki di sini saja adalah suatu pengalaman yang luar biasa bagiku, maklum sebelumnya belum pernah. Selain itu juga, gambar yang didapat masih menunjukkan keindahan sunrise kawah Bromo, dan itu cukup.
Terimakasih Allah, untuk Kesempatan ini...
Sejak mulai pintu masuk kawasan TNBTS (Taman Nasional Bromo tengger Semeru), aku tidak berhenti berucap Subhanallah dan Alhamdulillah untuk kesempatan yang telah Allah berikan untukku dan teman-teman Mutiara. Melihat megahnya gunung yang menjadi pemadangan di awal pintu masuk, ada rasa yang tidak dapat aku ucapkan. "Begini ternyata jika datang langsung", itu pernyataan yang bisa aku ucap. Megah, dan tidak terdefinisikan. Terlebih, ketika diri ini berdiri di bibir kawah. Mencoba mengingat prosesi upacara Kasodo yang aku baca di buku-buku jaman SMP dulu, memvisualisasikan seolah-olah aku melihat sendiri tradisi orang Bromo Tengger itu. Merasakan dinginnya udara yang berhembus, siluet sunrise yang mempesona, adalah pengalaman bagiku. Aku berharap, ada kesempatan yang lain untuk merasakan sensasi berbeda di gunung yang berbeda suatu saat nanti. Aamiin...
Pertama kali menaiki tangga menuju kawah, aku melihat pemandangan yang sangat tidak aku sukai. ya.. apalagi jika bukan coretan-coretan di pegangan tangga. Entah nama, kelompok, atau tulisan iseng yang lain. Sungguh pemandangan itu merusak keindahan yang ada. Belum lagi, satu dua sampah bungkus air minum dan mie instan yang berserakan di sepanjang jalan menuju kawah. Padahal, sudah disediakan tempat sampah di jalur menuju kawah yang jaraknya tidak jauh.
Finally...
Pukul 05.30 kami memutuskan untuk turun. Selain sudah puas berada di bibir kawah dengan mengambil beberapa foto, kami juga didesak oleh kebutuhan biologis. Akhirnya, dengan hati-hati kami menuruni tangga yang terjal dan berpasir tadi. tentu saja, energi yang dibutuhkan tidak sebesar ketika naik, pun dengan waktu. Tapi untuk kehati-hatian tetaplah menjadi yang utama. Dalam perjalanan turun, kami sempatkan untuk mengambil beberapa gambar lagi, tapi tetap saja tidak bisa berlama-lama.
Karena terlalu bersemangat untuk segera turun, aku terpisah dari rombongan dan akhirnya memutuskan untuk melakukan perjalanan sendiri hingga parkiran. Namun, ditengah perjalanan aku bertemu dengan mahasiswa UNMUH Surabaya, dalam beberapa waktu, kami melakukan obrolan disela-sela langkah kaki kami menuju tempat parkir. Beberapa kali ditawari ojek, kuda, bahkan hardtop kami tolak dan memutuskan untuk tetap berjalan kaki hingga menuju parkiran. Oya, harga ojek dan hardtop dari lahan berpasir hingga tempat parkir tidak semahal ketika menuju tangga. jadi, jangan sampai terkecoh dengan mereka. Kita bisa pakai ojek dengan merogoh kocek 10-20 ribu rupiah, tergantung dari mana kita mulainya. semakin dekat, semakin murah. begitu juga dengan hardtop, kita hanya akan dipatok tarif 10rb/orang, Murahkan kan? tapi tetap saja aku menolak tawaran itu dan tetap berjalan kaki hingga tempat parkir. Dan... wauw lumayan juga melalui track yang menanjak dari lahan berpasir hingga tempat parkir. Karena cukup banyak juga yang melakukan hal serupa, aku merasa baik-baik saja. Semoga suatu saat aku bisa kembali ke sini, dan juga bisa mendaki gunung yang lain... Aamiin....
With my cousin |
0 komentar:
Posting Komentar