Minggu, 25 Agustus 2013

SUKSES ITU, DI TANGAN KITA



Judul Buku : 12 Menit
Penulis : Oka Aurora
Penerbit : Noura Books
Terbit : Mei 2013
Halaman : XIII+343 halaman

Novel bersampul biru gelap, bermotif rak lengkap dengan satu dua perlengkapan marching band. Saat pertama kali menyentuh sampulnya, serasa memegang rak asli, ada tekstur kasar dari sampul novel ini, cukup unik. Nilai tambah yang lain adalah adanya pembatas buku yang bertekstur sama dengan sampulnya.
Tara, Lahang, Elaine, dan Rene. Merekalah tokoh sentral dalam kisah yang dibingkai dalam novel 12 menit karya Oka Aurora. Kisah perjuangan tim marching band daerah untuk dapat menjadi juara dalam ajang bergengsi tahunan marching band, Grand Prix Marching Band di Istora Senayan Jakarta. Mereka berusaha untuk memberikan pembuktian bahwa tim marching band daerah tidak kalah dengan tim marching band dari kota besar seperti jakarta. Dengan segala permasalahan yang melingkupi tiap tokohnya, akankah mimpi untuk menjadi juara dalam ajang bergengsi akan terwujud?
Tara, gadis yang kehilangan pendengarannya paska kecelakaan yang juga merenggut nyawa ayah yang dicintainya. Kecelakaan itu menimbulkan trauma bagi Tara, apalagi setelah mengetahui bahwa pendengarannya hanya bersisa 10-20%. Mimpi untuk menjadi bagian dalam tim marching band, seperti menjauh. Walaupun, kemampuan bermain musik, khususnya snare drum, tidak bisa disanksikan. Tara, merasa minder ketika harus menyeimbangkan diri dengan teman-temannya yang lain, yang tidak memiliki masalah sepertinya.
Lahang, seorang pemuda suku dayak yang harus menempuh perjalanan puluhan kilo demi latihan yang harus dia jalani dalam tim marching band. Kesukaannya menari, mengantarkannya ikut dalam tim ini. Walaupun dia harus dihadapkan pada pilihan sulit ketika ayahnya sakit, apakah dia akan mengalami hal serupa ketika ibunya meninggal? dengan berat hati dia berusaha untuk mewujudkan mimpi bapak dan ibunya untuk bisa membawa prestasi, melihat dunia baru yang selama ini belum ditemuinya. Dan marching band lah jalan yang dia pilih untuk mewujudkan mimpi tersebut.
Elaine, gadis blasteran Indonesia-Jepang yang jenius. Memiliki ayah yang keras, membuat Elaine tidak mudah menjalankan kecintaannya dalam bermain musik. Ayahnya ingin Elaine menjadi seorang ilmuan, bukan musisi. Maka, ketika mereka pindah dari Jakarta ke Bontang, ayah Elaine tidak lagi mengijinkan putrinya bergabung dalam tim marching band. Beruntung, Elaine memiliki ibu yang lembut hati yang membantunya menghadapi ayah yang keras. Dengan kemampuan yang Elaine miliki, tidak sulit baginya memenuhi syarat yang diminta sang ayah agar Elaine tetap bisa menajalankan kesukaannya tersebut.
Rene, pelatih marching band yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam menangani tim marching band. Tiga kali tim yang dipimpinnya meraih juara dalam ajang bergengsi tersebut. Bergabung dalam tim marching band tingkat internasional, juga pernah dirasakannya. Namun, melatih anak-anak Bontang, baru kali pertama dia alami. Kondisi yang jauh berbeda dia temukan. Tidak hanya sebagai pelatih, dia juga harus menjadi seorang motivator untuk anak didiknya.
Pemilihan kata sederhana, petuah-petuah yang tidak menggurui, cukup memberikan motivasi untuk terus berjuang demi sebuah mimpi yang sudah dicanangkan. Istilah-istilah dalam marching band, tidak akan membuat bingung karena sudah ada penjelasannya di glosarium bagian belakang buku. Beberapa kalimat motivasi juga menambah semangat yang dibawa oleh novel ini.
when you have nothing, you’ve got nothing to lose”
“Keberuntungan adalah kesiapan dalam kesempatan. Kesempatan sebenarnya selalu ada, tetapi hanya orang2 yg siap jasmani dan rohani yg bisa cpat mendeteksi kesempatan”
Namun, dalam penceritaan, ada yang mengganggu.
1.      Kisah tentang tokoh bernama Rob, yang hanya ada pada satu bab, kemudian menghilang hingga akhir cerita. Tokoh Rob seperti hanya sebagai penambah halaman novel ini.
2.      Bab “konser di atas perahu” agak aneh, karena disitu diceritakan bahwa Rene tidak mengenal Tara, padahal di bab sebelumnya, Rene baru saja memarahi Tara habis-habisan. Jikapun itu adalah flash back, tapi tidak ada kalimat yang menunjukkan nya. Sangat janggal.
3.      Ending cerita yang klise. Mengapa? Dengan konflik yang ada, penjelasan yang kurang terasa prosesnya, tiba-tiba sudah jadi.
Terlepas dari beberapa kekurangan itu, novel ini memberikan pengetahuan baru bagi saya. Dunia marching band yang seperti identik dengan hura-hura, menunjukkan bahwa kesuksesan selalu harus diimbangai dengan kerja keras. Istilah-istilah dalam marching band memberikan wawasan baru bagi pembaca yang awam dengan dunia ini. Kisah tentang Lahang dengan kehidupannya, memberikan sedikit gambaran bagaimana suku Dayak dengan kehidupannya. Melalui dialog, prosesi adat, dan keyakinan yang dianutnya.
Akhirnya, novel ini cukup berhasil memberikan semangat pantang menyerah pada apa yang kita ingini. Karena sukses, itu di tangan kita. Seperti ayat al qur’an yang dikutip di awal buku “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sebuah bangsa sampai mereka mengubah keadaan meraka sendiri” (Ar’d: 11)

0 komentar:

Posting Komentar