"resiko mungkin diturunkan, manisnya hidup kita yang tentukan”
Teringat
suasana ketika bertugas di meja pendaftaran pasien baru di ruang poli hamil:
“apakah
ibu punya penyakit hipertensi, diabetes mellitus, jantung, atau astma?”
Pertanyaan
yang selalu diajukan setelah menanyakan identitas dasar pasien baru yang datang
mendaftar.
“apakah
orang tua ibu, baik bapak atau ibu yang memiliki penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, jantung, atau astma?”
Beruntung,
jika pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan kata “tidak”, karena berarti
kehamilan ibu itu dalam status resiko ringan (kecuali ada syarat lain yang
menyertai)
Terkadang,
ada ketakutan tersendiri ketika mengingat daftar pertanyaan di status untuk
pasien hamil ini. Sebagai tenaga medis, bukan hal yang baru sebenarnya untuk
mengetahui fakta ini. Tapi, mengalami secara langsung, tentu saja diri ini baru
pertama kali.
“bagaimana
jika aku yang berada di posisi ibu itu sekarang?” batinku bertanya setiapkali
mewawancarai seorang pasien.
Teringat
akan suatu...
Jika
memilih jodoh, perhatikan “Bibit, bebet, bobotnya” begitu pesan orang tua. Harus
begitukah?
Aku
mencoba memahami sebagai seorang tenaga kesehatan. Bibit, bebet,bobot. Perlu untuk
menjadi bahan pertimbangan. Tidak hanya sekedar status keluarga, dari segi
religiusitas, hal ini masuk dalam ketiga hal itu. Pun dengan kesehatan. Bibit,
tidak melulu masalah kesuburan, tapi juga penyakit apa yang melingkupi keluarga
tersebut. Ketika semakin meningkatnya kejadian penyakit degenaratif. Faktor ini
perlu diperhatikan. Bukan untuk pilah pilih, hanya sekedar untuk menjaga. Jika secara
bibit beresiko, tidak lantas kita mundur, lihatlah bobotnya, seberapa kuat
individu itu memutus degenarasi penyakit yang menggerogoti keluarga.
“resiko
mungkin diturunkan, manisnya hidup kita yang tentukan”
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu
kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ”~Ar
Ra’du:11~
Ini yang menjadi pegangan saya.
Dari teori-teori penyakit yang saya
pelajari, mayoritas penyakit kanker penyebabnya tidak diketahui, alias
idiopatik. Untuk penyakit semacam hipertensi, diabetes mellitus, kebanyakan
karena gaya hidup. Karena banyak penderita yang tidak ada riwayat pada
keluarganya, mereka bisa menderita karena tidak menjaga pola makan. Kalo astma?
Inilah penyakit turunan sesungguhnya. Namun, penyakit ini bisa diterapi seperti
halnya penyakit alergi yang lain. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menjadi
pribadi yang lebih sehat dari pada pendahulu.
Dunia saat ini, khususunya Indonesia,
tengah dihadapkan pada ancaman double
bourden desease. Menjaga pola makan, gaya hidup, akan membantu menurunkan
angkan kesakitan akibat penyakit-penyakit degenaratif. Jangan putus asa
terlebih dulu jika keluarga kita menjadi “gudang gula”, tempatnya tensi tinggi,
atau tidak bisa melakukan aktivitas berat karena jantung yang sudah melemah. Kita
bisa memutusnya. Mulai sejak muda, saat penyakit-penyakit itu masih menjadi
resiko bagi kita, mari kita jaga pola makan kita, jaga gaya hidup kita. Makan-makanan
yang sehat, dan perbanyak olahraga. insyaAllah, penyakit-penyakit itu juga akan
ogah mampir pada tubuh kita. Percayalah.
Walaupun yang menulis belum membuktikan
secara penuh, tapi melihat diri sekarang, cukup PD ketika langkah-langkah itu
dilakukan. Silahkan penyakit-penyakit itu sudah menyapa para tetua, bahkan
menjadi penyebab meninggalnya orang-orang yang aku cintai, tapi aku bertekad
tidak akan mengenai keluargaku nanti. Karena... sehat itu ada di tangan
kita J
0 komentar:
Posting Komentar