Selasa, 06 Agustus 2013

Sehat itu di Tangan Kita


"resiko mungkin diturunkan, manisnya hidup kita yang tentukan”
Teringat suasana ketika bertugas di meja pendaftaran pasien baru di ruang poli hamil:
“apakah ibu punya penyakit hipertensi, diabetes mellitus, jantung, atau astma?”
Pertanyaan yang selalu diajukan setelah menanyakan identitas dasar pasien baru yang datang mendaftar.
“apakah orang tua ibu, baik bapak atau ibu yang memiliki penyakit hipertensi, diabetes mellitus, jantung, atau astma?”
Beruntung, jika pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan kata “tidak”, karena berarti kehamilan ibu itu dalam status resiko ringan (kecuali ada syarat lain yang menyertai)
Terkadang, ada ketakutan tersendiri ketika mengingat daftar pertanyaan di status untuk pasien hamil ini. Sebagai tenaga medis, bukan hal yang baru sebenarnya untuk mengetahui fakta ini. Tapi, mengalami secara langsung, tentu saja diri ini baru pertama kali.
“bagaimana jika aku yang berada di posisi ibu itu sekarang?” batinku bertanya setiapkali mewawancarai seorang pasien.
Teringat akan suatu...
Jika memilih jodoh, perhatikan “Bibit, bebet, bobotnya” begitu pesan orang tua. Harus begitukah?

Aku mencoba memahami sebagai seorang tenaga kesehatan. Bibit, bebet,bobot. Perlu untuk menjadi bahan pertimbangan. Tidak hanya sekedar status keluarga, dari segi religiusitas, hal ini masuk dalam ketiga hal itu. Pun dengan kesehatan. Bibit, tidak melulu masalah kesuburan, tapi juga penyakit apa yang melingkupi keluarga tersebut. Ketika semakin meningkatnya kejadian penyakit degenaratif. Faktor ini perlu diperhatikan. Bukan untuk pilah pilih, hanya sekedar untuk menjaga. Jika secara bibit beresiko, tidak lantas kita mundur, lihatlah bobotnya, seberapa kuat individu itu memutus degenarasi penyakit yang menggerogoti keluarga.
“resiko mungkin diturunkan, manisnya hidup kita yang tentukan”
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ”~Ar Ra’du:11~
Ini yang menjadi pegangan saya.
Dari teori-teori penyakit yang saya pelajari, mayoritas penyakit kanker penyebabnya tidak diketahui, alias idiopatik. Untuk penyakit semacam hipertensi, diabetes mellitus, kebanyakan karena gaya hidup. Karena banyak penderita yang tidak ada riwayat pada keluarganya, mereka bisa menderita karena tidak menjaga pola makan. Kalo astma? Inilah penyakit turunan sesungguhnya. Namun, penyakit ini bisa diterapi seperti halnya penyakit alergi yang lain. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menjadi pribadi yang lebih sehat dari pada pendahulu.

Dunia saat ini, khususunya Indonesia, tengah dihadapkan pada ancaman double bourden desease. Menjaga pola makan, gaya hidup, akan membantu menurunkan angkan kesakitan akibat penyakit-penyakit degenaratif. Jangan putus asa terlebih dulu jika keluarga kita menjadi “gudang gula”, tempatnya tensi tinggi, atau tidak bisa melakukan aktivitas berat karena jantung yang sudah melemah. Kita bisa memutusnya. Mulai sejak muda, saat penyakit-penyakit itu masih menjadi resiko bagi kita, mari kita jaga pola makan kita, jaga gaya hidup kita. Makan-makanan yang sehat, dan perbanyak olahraga. insyaAllah, penyakit-penyakit itu juga akan ogah mampir pada tubuh kita. Percayalah.
Walaupun yang menulis belum membuktikan secara penuh, tapi melihat diri sekarang, cukup PD ketika langkah-langkah itu dilakukan. Silahkan penyakit-penyakit itu sudah menyapa para tetua, bahkan menjadi penyebab meninggalnya orang-orang yang aku cintai, tapi aku bertekad tidak akan mengenai keluargaku nanti. Karena... sehat itu ada di tangan kita  J

0 komentar:

Posting Komentar