Minggu, 26 Mei 2013

Ukhuwah itu... Aku Merasakan Cintanya...



            Umur kami hanya berjarak 1,5 tahun. Tapi secara angkatan, beliau tiga tahun di atas ku. Mungkin karena jarak angkatan itu, aku selalu seperti anak kecil di depannya, selalu gagal untuk bersikap dewasa. Aku seperti anak SD dengan kakak yang sudah SMA. Maklum, aku juga tidak punya kakak perempuan, jadinya mendapati dirinya di awal masa perkuliahan, ada rasa tersendiri yang tidak bisa aku ungkapkan.
            Pertemuan kami berawal dari depan cermin di tempat wudhu’ masjid fakultas di mana aku dan beliau, Allah pertemukan. Saat sama-sama memperbaik kerudung sehabis wudhu’, obrolan ringan terjadi. Dari obrolan itu, berlanjut ke pertemuan-pertemuan formal dan informal. Kos-kosan kami yang tidak jauh, menambah intensitas pertemuan kami. Hingga akhirnya kami dipertemukan dalam forum melingkar dengan teman-teman seangkatan yang lain, makin dekatlah aku dengan dirinya.
            Sifat ngemong nya, membuatku nyaman. Perhatian, ungkapan sayang yang tidak segan beliau sampaikan ke padaku, membuatku nyaman dan diperhatikan. Meskipun di awal aku risih karena tidak terbiasa dari rumah, perhatian, ungkapan sayang itu sering kali aku rindukan. Terlebih, ketika aku bertanya ke pada temanku yang lain apakah mereka mendapatkan SMS yang sama?, mereka menjawab tidak. Di spesialkan, adalah salah satu sisi lemahku.
            Sebagai orang yang “bertanggung jawab” terhadapku, tidak hanya perhatian yang beliau berikan, namun juga memiliki hak untuk keinginanku aktif dalam  organisasi kampus. Dari awal aku tergabung dalam kelompok lingkaran ini, aku menyerahkan sepenuhnya di mana aku akan beramanah... untuk urusan ini, sikap yang sangat berbeda beliau tunjukkan padaku. Jika teman yang lain dibiarkan sesuai keinginannya, aku tidak. Ketika di awal aku ingin aktif dalam depertemen syiar, tanpa mengatakan apa-apa padaku, beliau meminta sekdep KD untuk memasukkanku dalam departemennya. Saat aku menolak untuk mendapat binaan di tahun ke dua aku kuliah, dia mengatakan kalimat yang membuatku cukup kaget: “biarkan saja dia “mati” jika tidak mau membina”... dan akhirnya aku berusaha untuk menerima amanah itu.
            Dan baru akhir-akhir aku sadari, itulah cara beliau membentukku. Ketika sekarang aku ada pada posisinya dulu, aku masih mengingat bagaimana cara beliau. Namun, aku sadari tidak bisa sama seperti yang beliau terapkan padaku. Karena aku dengan beliau beda, dan aku dengan adik-adik yang aku tangani juga beda.
            Ketika ada kesempatan yang sekiranya masih dapat mempertemukanku dengan dirinya, aku selalu mengaharapkannya. Maklum, sejak tidak lagi menjadi anak didiknya, beliau pindah keluar kota. Pertemuan yang walaupun sebentar, sangat aku harapkan. Seperti halnya kemarin, dalam sebuah forum yang sangat istimewa.
            Aku selalu berterimakasih pada Allah telah mempertemukan aku dengan mu,,, sebuah nikmat yang sangat luar biasa. Terlebih, efek dari pertemuan itu yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata. Terimakasih untuk bimbinganmu selama tiga tahun pertama masa kuliahku, untuk SMS perhatian, dan telponmu dalam dua situasi sulitku...

0 komentar:

Posting Komentar