Senin, 20 Agustus 2012

Jangan Lupa untuk Meminta yang Terbaik



        Pernahkan kita menggugat takdir yang jatuh pada kita? Sehingga keluar pertanyaan, “mengapa hal ini menimpa saya?” atau kita menerima suatu kejadian sebagai sebuah takdir yang memang harus kita jalankan karena itu datangnya dari Allah, karena kita meyakini aka nada hikmah dari kejadian yang kita alami.
          Tahukah kawan, apa yang “menimpa” kita bisa jadi itu adalah suatu bentuk dikabulkannya do’a kita oleh Allah? Namun, sering kali kita melupakan hal tersebut, kita hanya melihat sebuah peristiwa dari lahirnya saja, cobalah sesekali menganalisa secara lebih jelas, mencari makna dari setiap kejadian yang rasanya tidak menyenangkan bagi kita, yang ternyata, hal itu adalah permintaan dari kita sendiri. Namun, kita melupakannya.
          Ide dari tulisan ini berasal dari beberapa kejadian yang secara berturut-turut saya alami. Sedikit kaget, dan selebihnya merasa biasa dan wajar, karena memang – setelah – saya analisa, itulah permintaan saya dalam setiap do’a yang saya panjatkan. Entah saat sholat, atau ketika bertemu dengan kejadian yang tidak menyenangkan, dan hal itu sangat saya ingini. Dan saya menyadari, saya tidak pernah meminta sebab atau bagaimana hal itu akan saya dapatkan, semua saya serahkan kepada Allah.
          Bermula ketika meninggalnya Ramah, karena stroke haemoraghic yang menyebabkan beliau tidak sadarkan diri hingga tiga hari sebelum akhirnya meninggal dunia. Sedih tentu saja, karena ditinggal orang tua adalah hal yang sangat saya takuti, apa lagi dengan kondisi yang seperti ini. namun, begitu banyak hikmah yang saya ambil dari kejadian ini, dan syukur yang tidak terhingga saya panjatkan padaNya. Dan yang dapat saya ambil adalah, bahwa Allah mengabulkan do’a saya dan ibuk selama ini. tentang do’a yang terkabul, mau tahu apa do’a saya selama ini? saya selalu berdo’a agar ramah berhenti merokok. dalam setiap kesempatan berbicara dengan beliau ketika sore atau malam hari, sering kita menyinggung kebiasaan ramah yang sudah melampaui batas wajar tentang merokok. bukannya kami tidak terbiasa, hampir 20 tahun hidup dengan ibuk, ramah merokok. namun memang, beberapa tahun sebelum beliau meninggal, aku dan ibuk sangat rewel, sering kali menyindir.
“coba lah dikurangi sedikit rokoknya, jangan setelah mati, bakar lagi, habis, bakar lagi. Berapa habis nya dalam sehari? Kalo sudah bisa dikurangi kan nanti bisa berhenti” begitu rayu ibuk suatu ketika.
“nanti kalau sudah saatnya, ya akan berhenti” begitu jawab ramah.
‘saatnya kapan?” kejar ibuk.
“lihat nanti ,lah. Sudah sana, nonton TV saja.” Jawab ramah, sambil mengusir ibuk untuk menyingkir agat tidak merecoki kesenangan ramah merokok.
“nanti saja kalau sudah saatnya”, ini kalimat yang selalu aku ingat. Saatnya kapan? Tidak jelas. Do’aku pun hanya “Ya Allah, aku berharap ramah bisa berhenti merokok, dan tidak ada lagi orang yang merokok di rumag”. Itu llah do’aku. Dan tahukah, do’a saya dikabulkan tiga hari sebelum beliau meninggal. Ya, karena memang tidak sadarkan diri. Lalu, apakah kita akan menggugat Allah?
Tidak ada yang salah sebenernya. Karena tidak pernah minta proses bagaimana do’a kita akan dikabulkan, yang jelas itu saja. Padahal, bisa saja apa yang kita minta di do’a-do’a kita, prosesnya tidak kita harapkan. Yang hal itu kadang melupakan kita pada apa yang pernah kita minta. Ramah meninggal, memang itu sudah Allah tetapkan. Yang juga bertepatan dengan dikabulkannya do’aku. Pun hanya tiga hari aku melihat ramah tanpa rokok, dan bagiku itu sudah cukup.
          Peristiwa ke dua, yaitu ketika Ikhwan – adik saya – menyusul Ramah, dua tahun kemudian, adik saya juga meninggal. Tidak jelas kenapa, hanya sakit kepala selama satu pekan penyebabnya. Adik saya sama seperti ramah, dia perokok aktif. Sejak saya tahu dia merokok, saya  selalu berdo’a, semoga dia segera sadar dan berhenti, dan do’a saya yang lain adalah semoga tidak aka nada lagi perokok dalam keluarga ini saya. Ibuk pernah mengatakan kalau ramah, sangat mirip kakek. Dan ternyata itu “terwariskan” pada ibu. Dan saya tidak menginginkan itu terjadi pada saya. Cukup ramah, dan adik. Tidak boleh ad alai perokok dalam keluarga ini. yang terjadi, Allah telah mengabulkan do’a saya. Sekarang tidak ada lagi perokok di rumah, tidak ada lagi abu rokok tiap pagi ketika membersihkan rumah, dan yang jelas udara rumah bersih dari asap rokok.
          Butuh beberapa waktu untuk saya menyadari hikmah itu, menyadari bahwa itu adalah salah satu bentuk terkabulnya do’a-do’a saya. Karena saya tidak pernah meminta dan terpikir bagaimana do’a itu terkabul. Maka sekarang, selain do’a-do’a yang spesifik saya minta, saya meminta yang terbaik. Jika memang apa yang didapatkan bukan apa yang diminta,selama itu baik tidak lah masalah.

0 komentar:

Posting Komentar