Senin, 20 Agustus 2012

Marilah menjadi Bintang Penunjuk yangTidak Menyesatkan



         “ … Magdalia memang cantik jelita, ia seperti Aphrodite bagi Septimus. Kurasa kakakmu sangat mencintainya, bahkan memujanya. Namun, Magdalia tak suka mengasah otak dan kemampuannya sehingga ia tak mampu menjadi lentera yang menerangi saat perahu Septimus kehilangan arah. Seperti apa nakhoda yang tidak memiliki bintang penunjuk?”
          Penggalan kalimat ini saya dapatkan dalam karya Sinta Yudisia yang berjudul Armanusa, kala hati terbelah. Sebuah novel lama yang saya dapatkan dalam tumpukan buku-buku terbitan Mizan di sekre akhwat UKMKI. tanpa berpikir panjang, saya memutuskan untuk membeli buku tersebut. Tema sejarah yang diangkat membuat saya tertarik untuk memilikinya. Setelah membaca Takhta awan yang luar biasa, saya pikir karya inipun tidak jauh berbeda. Namun dalam tulisan kali ini, saya tidak sedang ingin membahas tentang novel tersebut, melainkan kalimat yang saya jadikan awal tulisan ini.
          Sebagaimana judulnya, ketika mendapatkan pengandaian bahwa perempuan adalah bintang penunjuk bagi laki-laki, berbagai peristiwa seakan memaksa saya untuk menjadikannya dalam satu tema cerita sendiri. Kawan-kawan pasti tahu dengan kalimat “didiklah para perempuan, maka kau juga mendidik bangsa secara keseluruhan” (saya lebih suka menggunakan kata perempuan dari pada wanita). Ya, karena perempuan adalah sekolah pertama yang akan didapatkan oleh generasi penerus bangsa ini, anak-anak – yang dalam buku Pukat karya Tere Liye – merupakan harta berharga yang dimiliki sebuah bangsa. Bagaimana anak-anak itu di masa depan, tergantung pada bagaimana mereka mendapatkan pendidikan dari para ibu.
          Namun berita yang kita baca akhir-akhir ini, tentang kasus korupsi – yang memang penyakit kronis bangsa – yang tersangkanya tidak hanya para bapak melainkan juga para ibu. Saya miris mendapatkan kenyataan ini. bagaimana anak-anak yang tumbuh dalam pendidikan ibu yang dia sendiri melakukan pekerjaan nista tersebut? Ingat kisah Nabi Nuh yang anaknya tidak mau menerima seruan beliau? Penyebab dari ketidakpatuhan anak Nabi Nuh terhadap seruan ayahnya karena – berdasarkan analisis saya – dia sudah mendapatkan pendidikan untuk menentang ayahnya sebagaimana ibu nya yang tidak mempercayai apa yang dibawa suaminya..
          Kembali pada kasus korupsi yang sudah mengakar dalam bangsa ini. anak-anak yang tumbuh besar dalam keluarga yang ayahnya melakukan korupsi masih dapat terlindungi jika ibu, yang merupakan orang terdekat dengan anak-anak mampu mencegah uang haram itu tidak masuk dalam tubuh anak-anaknya. Ada satu hal yang saya yakini, seorang laki-laki tidak akan melakukan korupsi jika tidak ada sebab yang kuat untuk dia melakukannya. Sebab disini banyak. bisa langsung dari istrinya yang terus menerus menuntut penghidupan yang lebih dari apa yang suaminya mampu sediakan untuknya, atau bisa juga karena laki-laki tersebut melakukan penyimpangan. Tentang kisah pertama, saya ingat apa yang terjadi pada orang tua saya. Ketika itu Ramah dipromosikan untuk menjadi pengawas sekolah, namun tawaran yang “menggiurkan” tersebut ditolak begitu saja. Ada perasaan mangkel dalam diri saya ketika tahu Ramah menolak tawaran yang diinginkan banyak orang tersebut. Perasaan itu wajar saja. Walau saya masih SD, memiliki bapak yang mendapatkan posisi prestisius tentu saja membanggakan dari pada sekedar menjadi guru SD biasa. Fasilitas kenaikan gaji karena golongan kepegawaian yang otomatis naik, fasilitas kendaraan untuk memudahkan tugas pengawasan. Namun Ramah menolak itu semua. Tapi, jawaban yang singkat saya dapat dari ibu. “ Ramah mu tidak mau menerima posisi yang terlalu beresiko itu”. tentu saja tidak pusa dengan jawaban tersebut. Beresiko bagaimana? Tidak maukah ibu menerima uang belanja lebih besar dari yang biasanya? Tidak maukah ibu lebih sering diajak jalan-jalan dengan motor? Itu pikiran simple saya. Namun, akhirnya Ramah mau menjawab. “ menjadi pengawas sekolah adalah tugas yang sangat beresiko, Ramah akan sering mendapatkan uang yang tidak berhak dari sekolah yang melakukan penyimpangan tapi mereka mampu membayar. Lagian, motor yang nantinya akan Ramah terima bukan milik Ramah, jadi kita tidak bisa menggunakannya untuk urusan pribadi”. Oh, akhirnya aku paham. Dan ibu tidak menuntut. Disinilah peran seorang perempuan. Ketika dia tidak menuntut apa yang menjadi keputusan suaminya, seorang suami tidak akan melakukan penyimpangan untuk memenuhi keinginannya yang tidak terpenuhi dari jalan yang benar.
          Kisah lain yang membuat saya percaya bahwa perempuan adalah bintang penunjuka bagi laki-laki adalah kisah seorang pegawai pajak – entah ini nyata atau fiksi – yang secara tidak dia sadari terjebak dalam kasus korupsi atasannya. Uang bagian pegawai tersebut diberikan dengan mengatasnamakan uang jajan untuk anaknya. Setiap berkunjung kerumahnya, atasannya selalu menitipkan uang dalam amplop untuk diberikan keanaknya sebagai uang jajan. Tanpa menaruh curiga, pegawai tersebut menerimanya. Namun, uang itu tidak langsung diserahkan ke anaknya, tapi diberikan melalui sang istri. Bulan demi bulan berlalu, hingga kasus yang menjerat atasan itu terungkap kepermukaan. Ancaman itu juga menimpa dirinya. Ketika masalah itu diceritakan pada istrinya, istrinya dengan tenang menunjukkan tumpukan amplop yang selama ini tidak pernah dia buka. Dan keesokan harinya dengan bangga pegawai tersebut menumpahkan tumpukan amplop itu dihadapan atasannya.
          Perempuan, merupakan kelemahan sekaligus kekuatan kaum laki-laki. Kelemahan, sebagaimana dalam lagu chancuters – walaupun saya tidak suka dengan ungkapan ini – adalah racun dunia.  Perempuan dapat membawa laki-laki melakukan kesalahan-kesalahan karena pesona dan rajukannya yang merupakan senjata utama. Tangisan perempuan adalah kelemahan laki-laki. Maka, jika ada kasus korupsi yang menimpa seorang pajabat laki-laki dan istrinya ikut serta menjadi tersangka – seperti kasus gayus – hal itu membuktikan bahwa laki-laki tidak akan melakukan hal itu jika tidak karena perempuannya.
                    Tulisan ini mungkin melantur kemana-mana. Selain karena hanya bagian permukaan saja yang saya ulas, juga karena saya sendiri belum mengalami bagaimana menjadi bintang penunjuk tersebut. Tapi, yang ingin saya bagi adalah mari bersiap untuk menjadi bintang penunjuk untuk nakhoda yang akan mengawal perahu kehidupan yang akan kawan-kawan naiki. Ilmu yang kita dapat dibangku kuliah tidak akan pernah sia-sia. Baik yang formal maupun non formal. Persiapkan diri sebaik-baiknya hingga nakhoda itu menjemput dan meminta kita untuk menjadi bintang yang akan menunjukkan arah yang akan ditujunya. Bagi yang sudah menikah, selamat menjadi bintang penunjuk itu. bawalah perahu kalian menuju kearah yang benar. Pastikan untuk tidak menjadi bintang penunjuk yang akan menyesatkan.

0 komentar:

Posting Komentar