“ … Magdalia memang cantik jelita, ia
seperti Aphrodite bagi Septimus. Kurasa kakakmu sangat mencintainya, bahkan
memujanya. Namun, Magdalia tak suka mengasah otak dan kemampuannya sehingga ia
tak mampu menjadi lentera yang menerangi saat perahu Septimus kehilangan arah.
Seperti apa nakhoda yang tidak memiliki bintang penunjuk?”
Penggalan
kalimat ini saya dapatkan dalam karya Sinta Yudisia yang berjudul Armanusa,
kala hati terbelah. Sebuah novel lama yang saya dapatkan dalam tumpukan
buku-buku terbitan Mizan di sekre akhwat UKMKI. tanpa berpikir panjang, saya
memutuskan untuk membeli buku tersebut. Tema sejarah yang diangkat membuat saya
tertarik untuk memilikinya. Setelah membaca Takhta awan yang luar biasa, saya
pikir karya inipun tidak jauh berbeda. Namun dalam tulisan kali ini, saya tidak
sedang ingin membahas tentang novel tersebut, melainkan kalimat yang saya
jadikan awal tulisan ini.
Sebagaimana
judulnya, ketika mendapatkan pengandaian bahwa perempuan adalah bintang
penunjuk bagi laki-laki, berbagai peristiwa seakan memaksa saya untuk
menjadikannya dalam satu tema cerita sendiri. Kawan-kawan pasti tahu dengan
kalimat “didiklah para perempuan, maka kau juga mendidik bangsa secara
keseluruhan” (saya lebih suka menggunakan kata perempuan dari pada wanita). Ya,
karena perempuan adalah sekolah pertama yang akan didapatkan oleh generasi
penerus bangsa ini, anak-anak – yang dalam buku Pukat karya Tere Liye –
merupakan harta berharga yang dimiliki sebuah bangsa. Bagaimana anak-anak itu
di masa depan, tergantung pada bagaimana mereka mendapatkan pendidikan dari
para ibu.
Namun
berita yang kita baca akhir-akhir ini, tentang kasus korupsi – yang memang
penyakit kronis bangsa – yang tersangkanya tidak hanya para bapak melainkan
juga para ibu. Saya miris mendapatkan kenyataan ini. bagaimana anak-anak yang
tumbuh dalam pendidikan ibu yang dia sendiri melakukan pekerjaan nista
tersebut? Ingat kisah Nabi Nuh yang anaknya tidak mau menerima seruan beliau?
Penyebab dari ketidakpatuhan anak Nabi Nuh terhadap seruan ayahnya karena –
berdasarkan analisis saya – dia sudah mendapatkan pendidikan untuk menentang
ayahnya sebagaimana ibu nya yang tidak mempercayai apa yang dibawa suaminya..
Kembali
pada kasus korupsi yang sudah mengakar dalam bangsa ini. anak-anak yang tumbuh
besar dalam keluarga yang ayahnya melakukan korupsi masih dapat terlindungi
jika ibu, yang merupakan orang terdekat dengan anak-anak mampu mencegah uang
haram itu tidak masuk dalam tubuh anak-anaknya. Ada satu hal yang saya yakini,
seorang laki-laki tidak akan melakukan korupsi jika tidak ada sebab yang kuat
untuk dia melakukannya. Sebab disini banyak. bisa langsung dari istrinya yang
terus menerus menuntut penghidupan yang lebih dari apa yang suaminya mampu
sediakan untuknya, atau bisa juga karena laki-laki tersebut melakukan
penyimpangan. Tentang kisah pertama, saya ingat apa yang terjadi pada orang tua
saya. Ketika itu Ramah dipromosikan untuk menjadi pengawas sekolah, namun
tawaran yang “menggiurkan” tersebut ditolak begitu saja. Ada perasaan mangkel dalam diri saya ketika tahu
Ramah menolak tawaran yang diinginkan banyak orang tersebut. Perasaan itu wajar
saja. Walau saya masih SD, memiliki bapak yang mendapatkan posisi prestisius
tentu saja membanggakan dari pada sekedar menjadi guru SD biasa. Fasilitas
kenaikan gaji karena golongan kepegawaian yang otomatis naik, fasilitas
kendaraan untuk memudahkan tugas pengawasan. Namun Ramah menolak itu semua.
Tapi, jawaban yang singkat saya dapat dari ibu. “ Ramah mu tidak mau menerima
posisi yang terlalu beresiko itu”. tentu saja tidak pusa dengan jawaban
tersebut. Beresiko bagaimana? Tidak maukah ibu menerima uang belanja lebih
besar dari yang biasanya? Tidak maukah ibu lebih sering diajak jalan-jalan dengan
motor? Itu pikiran simple saya. Namun, akhirnya Ramah mau menjawab. “ menjadi
pengawas sekolah adalah tugas yang sangat beresiko, Ramah akan sering
mendapatkan uang yang tidak berhak dari sekolah yang melakukan penyimpangan
tapi mereka mampu membayar. Lagian, motor yang nantinya akan Ramah terima bukan
milik Ramah, jadi kita tidak bisa menggunakannya untuk urusan pribadi”. Oh,
akhirnya aku paham. Dan ibu tidak menuntut. Disinilah peran seorang perempuan.
Ketika dia tidak menuntut apa yang menjadi keputusan suaminya, seorang suami
tidak akan melakukan penyimpangan untuk memenuhi keinginannya yang tidak
terpenuhi dari jalan yang benar.
Kisah
lain yang membuat saya percaya bahwa perempuan adalah bintang penunjuka bagi
laki-laki adalah kisah seorang pegawai pajak – entah ini nyata atau fiksi –
yang secara tidak dia sadari terjebak dalam kasus korupsi atasannya. Uang
bagian pegawai tersebut diberikan dengan mengatasnamakan uang jajan untuk
anaknya. Setiap berkunjung kerumahnya, atasannya selalu menitipkan uang dalam
amplop untuk diberikan keanaknya sebagai uang jajan. Tanpa menaruh curiga,
pegawai tersebut menerimanya. Namun, uang itu tidak langsung diserahkan ke
anaknya, tapi diberikan melalui sang istri. Bulan demi bulan berlalu, hingga
kasus yang menjerat atasan itu terungkap kepermukaan. Ancaman itu juga menimpa
dirinya. Ketika masalah itu diceritakan pada istrinya, istrinya dengan tenang
menunjukkan tumpukan amplop yang selama ini tidak pernah dia buka. Dan keesokan
harinya dengan bangga pegawai tersebut menumpahkan tumpukan amplop itu
dihadapan atasannya.
Perempuan,
merupakan kelemahan sekaligus kekuatan kaum laki-laki. Kelemahan, sebagaimana
dalam lagu chancuters – walaupun saya tidak suka dengan ungkapan ini – adalah
racun dunia. Perempuan dapat membawa
laki-laki melakukan kesalahan-kesalahan karena pesona dan rajukannya yang
merupakan senjata utama. Tangisan perempuan adalah kelemahan laki-laki. Maka,
jika ada kasus korupsi yang menimpa seorang pajabat laki-laki dan istrinya ikut
serta menjadi tersangka – seperti kasus gayus – hal itu membuktikan bahwa
laki-laki tidak akan melakukan hal itu jika tidak karena perempuannya.
Tulisan ini mungkin melantur
kemana-mana. Selain karena hanya bagian permukaan saja yang saya ulas, juga
karena saya sendiri belum mengalami bagaimana menjadi bintang penunjuk
tersebut. Tapi, yang ingin saya bagi adalah mari bersiap untuk menjadi bintang
penunjuk untuk nakhoda yang akan mengawal perahu kehidupan yang akan
kawan-kawan naiki. Ilmu yang kita dapat dibangku kuliah tidak akan pernah
sia-sia. Baik yang formal maupun non formal. Persiapkan diri sebaik-baiknya
hingga nakhoda itu menjemput dan meminta kita untuk menjadi bintang yang akan
menunjukkan arah yang akan ditujunya. Bagi yang sudah menikah, selamat menjadi
bintang penunjuk itu. bawalah perahu kalian menuju kearah yang benar. Pastikan
untuk tidak menjadi bintang penunjuk yang akan menyesatkan.
0 komentar:
Posting Komentar