Senin, 26 Oktober 2015
Mengetahui karakter manusia
Kamis, 04 Juni 2015
Kesyukuranku #1: Ketika Diri Telah Mampu Menerima Dengan Sepenuh Hati
Selasa, 27 Januari 2015
LUKA
Minggu, 07 September 2014
Produk UU bernama BPJS
Akhir bulan agustus dan awal bulan september ini aku memiliki kesempatan untuk berinteraksi dg produk UU satu ini. Ya...fasilitas kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Karena berupa UU, maka tiap warga negera wajib terdaftar sebagai anggotanya.
Dan aku salah satu orang yang diberikesempatan mamanfaatkan fasilitas itu. Hikmah di balik sebuah musibah,bisa dikatakan seperti itu. Jika tidak ada takdir bahwa aku harus menjalani prosedur medis, tulisan ini hanya akan sekedar teori, pengamatan tanpa pengalaman secara langsung.
Dengan menuliskan ini, aku harap bisa memberikan kabar baik untuk orang di luar sana yg masih belum tahu, memberikan apresiasi terhadap pelayanan yang aku terima, dan tanggapan terhadap produk pemerintah yang satu ini.
Baik, kita mulai dari BPJS. Apa itu? BPJS (Badan penyelenggara Jaminan sosial) adalah sistem yang dibuat pemerintah untuk menggantikan sistem perlindungan kesehatan masyarakat yang sudah ada sebelum2 nya. Seperti jamkesmas, jamkesda, atau ASKES bagi pegawai negeri. Dengan adanya kebijakan ini, maka dua perusahaan asuransi sebelumnya yaitu ASKES dan JAMSOSTEK mentransformasikan diri menjadi BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.
Bagiku, dg adanya BPJS
sekarang akan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk perlindungan kesehatan masyarakat. Jika dulu hanya orang yang tdk mampu secara ekonomi yang terfasilitasi dan para PNS, dg sistem yang sekarang, semua bisa terlayani. Alhamdulillah...
Tanggapannya... Aku cukup puas dg sistem yang sekarang ada. Memang, harus ada antrian,dsb. Tapi bagiku wajar mengingat yang membutuhkan pelayanan RS tidaklah sedikit. Tapi, tempat untuk mengantri nyaman kok, sehingga ga akan terasa.
Bagaimana dengan tindakan medis yang akan kita terima, lab,radiologi,bukankah juga mengantri? Ya...memang juga mengantri. Pahamilah, karena negara masih terus melakukan pembenahan terhadap fasilitas kesehatannya. Kita sabar saja. Tapi, bagiku yang mendapatkan pelayanan di RSUD slamet martodidjo, cukup puas dg pelayanan yang ada. Ya..memang ini yang RSUD mampu. Pelayanan di ruangan juga sudah baik, walaupun di zal, tapi tiap tidur sudah disekat dengan tirai dan yang paling menyenangkan adalah pelayanan perawatnya yang ramah. Bagi pasien yang belum memiliki BPJS disarankan untuk segera mendaftar, agar biaya yang ditanggung tidak serta merta membludak, tapi masih bisa dicicil.
Semoga RSUD ku ini semakin baik kedepannya. Terkenal dg pelayanannya yang optimal.
Dan...aku pikir tidak perlulah ada yang namanya kartu indonesia sehat atau apapun. Benahi apa yang sudah ada. Sistem BPJS sudah cukup bagus. Tinggal fasilitas, tunjangan tenaga kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan terus ditingkatkan untuk kebaikan bersama. Kebaikan bagi masyarakat yang dilayani, juga tenaga kesehatan yang melayani. Hingga pelayan kesehatan, dokter,perawat, ataupun bidan tidak lagi dikenal sebagai orang-orang yang tidak ramah dalam pelayanan.
Mari berasama-sama melakukan perbaikan untuk negara kita tercinta.
*ditulis saat tengah mengantri di BPJS Center RSUD H. Slamet Martodirdjo. Ruangan yang adem.
Selasa, 26 Agustus 2014
Hal Kecil tapi Penting yang Sering diabaikan. Kenapakah?
Aku bersyukur, selalu bersyukur bahwa aku pernah merasakan pendidikan di salah satu universitas unggulan di jawatimur. Bahkan hingga tuntas. Banyak hal yang aku dapatkan, termasuk dapat merasakan praktik di Rumah Sakit yang menjadi rujukan seluruh rumah sakit di Indonesia bagian timur. Bagaimana tidak bangga?
Karena pengalaman yang aku dapat dari rumah sakit tersebut sungguh amat berharga bagi perjalananku selanjutnya. Namun di sisi lain aku memiliki standard tinggi terhadap pelayanan di rumah sakit lain. Ya... RS tempat aku menjalankan praktik profesi setahun ini benar-benar berusaha untuk melaksanakan pelayanan yang sesuai teori ilmu yang kami dapat di kuliah, tidak kaget karena rumah sakit ini memang diperuntukkan sebagai rumah sakit pendidikan. Jangankan hal besar, hal kecil namun memiliki dampak yang cukup penting tidak luput dari perhatian manajemen rumah sakit.
Dan jadilah aku membanding-bandingkan rumah sakit yang dikemudian hari aku datangi. Apakah hal kecil namun penting itu?
Yup, sarana cuci tangan. Ada dua cara melakukan cuci tangan. Pertama dengan air mengalir dan sabun cair, dan yang kedua adalah dengan menggunakan alkohol gliserin. Yang kedua biasa dipakai jika tangan dalam kondisi tidak terkena noda. Dan disinalah yang menjadi perhatianku.
Beberapa rumah sakit -bisa dikatakan semua- yang pernah aku kunjungi tidak menyediakan sarana mencuci tangan yang memadai terlebih penyediaan alkohol gliserin di tiap bed pasien atau minimal di nurse station. Padahal, mencuci tangan adalah hal pertama yang harus dilakukan untuk mencegah penularan infeksi atau infeksi nasokomial yang terjadi di rumah sakit. Yang lucu lagi adalah himbauan mencuci tangan terpampang tapi sarana tidak disediakan. Kenapakah?
Apakah karena masalah anggaran? Ok... Jika hal ini terjadi di RS swasta yang menganut prinsip ekonomi 'modal seminimal mungkin,hasil maksimal' aku bisa memahami,tapi ini terjadi di rumah sakit yang pembiayaannya berasal dari pemerintah, apakah tidak ada anggaran pencegahan infeksi nasokomial ini? Terlebih aku menemui ini di rumah sakit khusus penyakit infeksi. Aku masih belum paham. Apakah karena belum menjadi rumah sakit pendidikan? Entahlah.... Aku hanya berharap kedepannya lebih baik. Jika suatu saat aku bergabung di dalamnya, aku bisa melakukan perubahan ke arah yabg lebih baik. Semoga.
Kamis, 24 Juli 2014
Hadiah
Sebuah hadist dari Anas menyatakan bahwa:"Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena hadiah itu mewariskan rasa cinta dan menghilangkan kekotoran hati." (Thabrani)
Hingga usiaku yang menyentuh seperempat abad ini...aku bisa mengingat beberapa hadiah yang pernah aku dapatkan dari teman-temanku. Baik yang kecil dan sifatnya biasa-biasa saja seperti gantungan kunci yang dibeli ketika berkunjung kesuatu daerah, hingga yang sifatnya sangat berkesan dan memang aku sukai.
Hadiah yang paling aku sukai adalah buku, buku pertama yang aku dapat adalab buku kumpulan cerpen karya sinta yudisia dan fahri azisa. Yang menbuat hadiah ini spesial adalah karena diberikan langsung oleh bu sinta, dan moment ini masih sangat aku ingat dan terus aku ingat. Karena sejak mendapatkan buku itu... aku jadi bersemangat untuj mengoleksi buju yang lain, dab alhandulillah... buku-buku setelahnya berdatangan. Bahkan awal-awal buku koleksiku mayoritas adalah pemberian, ini termasuk dua buku yang diberikan dua sahabatku (Imroatul qoni'ah dan nuur raafi) saat miladku yang ke 21... dan di usia itu, untuk pertama kalinya aku mendapatkan hadiah ulang tahun... dan hadist yang mengatakan bahwa memberi hadiah akan mewariskan rasa cinta, itu aku rasakan dalam bentuk persahabatan kami yang masih jalan hingga hari ini.
Hadiah buku memang sangat bermakna, terlebih jika itu diberikan langsung oleh penulisnya. Selain dari bunda sinta, aku juga pernah dapat buku dari mbak Eni (shabrina WS). Beliau memberiku buku karyanya sebagai ucapan terimakasih karena aku sudah mereview Novelnya yang lain. Sungguh pengalaman yang berharga. Penulis lain yang pernah memberikan bukunya adalah setiyono...kami bertemu dalam sebuah pelatihan, dan ketika dipertemukan lagi dalam sebuah forum, dia membagikan bukunya secara gratis untuk teman-temannya saat pelatihan dulu...salah satunya aku. Selain dari penulis, buku memiliki makna ketika kita memang menginginkannya. Hal ini aku dapat dari adik angkatanku, Gading, dia memberikan buku yg temanya pergerakan yang saat itu memang pengen aku beli. Awalnya nitip, tapi diakhir ternyata diberikan secara gratis. Dan yang terbaru adalah hadiah dari Dian yang memberikanku novel karya penulis favoritku yaitu TASARO GK. Sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan. Terimakasih sudah memberi hadiah buku... Mencomot kata-kata dari Tere Liye... Hadiah buku selalu spesial :)
Hadiah lain yang aku dapat adalah pembatas buku, uniknya adalah pembatas buku ini adalah pembatas buku magnetic, jadi resiko jatuh dan hilang lebih kecil dibandingkan pembatas buku biasa. Suka dapat hadiah ini... Karena seringkali buku yang aku beli atau baca tidak ada pembatas bukunya, jadi hadiah ini sangat bermanfaat.
Lalu, bagaimana dengab diriku,apakah aku juga suka memberikan hadiah?
Pada moment tertentu dab pada teman yang dekat, aku juga memberikan hadiah...dab hadiah yang aku pilih adalah juga buku, pun ketika ada teman yang menikah, pasti aku hadiahkan buku untuknya.
Semoga dimasa mendatang lebih sering memberi hadiah dengan lebih banyak orang. Aamii ....
Sabtu, 01 Maret 2014
Bukan (Hanya) Masalah Materi
Menjalani kuliah selama lima tahun, pilihan untuk tidak berkecimpung dalam dunia medis masih ada jika aku berani mengambilnya. Mengajar di sekolahswasta sebagai guru umum, bekerja diperbankan seperti yang banyak dipilih teman seprofesi, atau menjadi bagian administrasi di sebuah yayasan. Namun, aku tidak memilih itu. Aku pernah mencobanya dan aku mengalami kebosanan. Stagnan dan kurang penuh dengan tantangan. Lagi pula, waktu lima tahun yang aku lalui sebagai mahasiswa keperawatan telah memberiku banyak hal untuk mengenal dan memahami dunia medis yang awalnya aku benci ini.
Dokter, salah satu tenaga kesehatan yang aku benci (awalnya). Entah apa yang membuatku tidak menyukai dokter, mungkin karena mereka yang irit memberikan penjelasan ketika kami menggunakan jasanya. Periksa, menulis resep, lalu sudah. Apalagi, pernah Ramah menjadi semakin parah setelah memeriksakan diri dan mendapatkan obat yang diresepkan. Aku tahu, hal ini tidak bisa digeneralisir. Maka, ketika aku mendapatkan kesempatan kuliah di fakultas kedokteran Prodi Keperawatan (yang kemudian menjadi fakultas keperawatan) perlahan penilaian itu berubah. Pengalaman Belajar Praktika (PBP) di ruang resusitasi Instalasi rawat darurat (IRD) RS. Dr. Soetomo telah merubah kesan itu. Di ruangan itu, aku melihat langsung bagaimana dokter dan juga para perawat bahu membahu, berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan nyawa pasien. Obat, RJP (resusitasi jantung paru), dan tindakan lain dilakukan dengan cepat. Mereka berpacu dengan waktu dalam hitungan menit bahkan detik. Aku terpesona dengan tindakan yang mereka lakukan. Pengambilan keputusan dengan cepat terhadap suatu tindakan penyelamatan nyawa yang resikonya tinggi. Dan pemandangan itu sukses membuatku takjub, terpesona, dan menghapus kebencianku pada profesi dokter. Beda lagi dengan pemandangan di ruang ICU, keramahan PPDS anastesi manambah kesan baik itu. Walaupun yang mereka hadapi adalah pasien tidak sadar, di ruangan yang tanpa kehadiran keluarga pasien, tapi cara memperlakukan mereka ramah. Dan kerasionalan dalam penggunaan obat, memberikanku banyak pelajaran tentang hal itu. Aku tahu, memang tidak semua dokter bersikap ramah, namun itu tidak lantas disamaratakan, masih banyak yang bersikap baik dan mau memberikan penjelasan.
Perawat, profesi yang identik dengan marah-marah. Sebelum aku terjun dalam dunia ini, aku tidak paham mengapa mereka kebanyakan bersikap begitu, namun setelah aku menjadi bagian dari mereka, aku paham dan memaklumi. Walaupun aku berharap mereka bisa menahan diri untuk tidak begitu, kita harus tahu bahwa tiap orang tidaklah sama. Perawat banyak yang suka marah, hal tersebut dikarenakan tekanan pekerjaan yang tinggi sedangkan kompensasi dari beban itu tidak memadai.
Dan ketika aku kini menjadi bagian dari dunia yang aku benci dengan sesungguhnya, aku semakin tahu dunia yang sekarang aku geluti tidak seindah yang selalu mereka katakan. “menjadi dokter enak, banyak uangnya”, “kalau mau kaya jadilah dokter”, “menjadi perawat di desa itu kaya, ya”, dan perkataan lain yang identik dengan materi. Tapi bagiku, enaknya menjadi tenaga kesehatan bukan pada materi. Serius. Jika kalian ingin kaya, ambillah kuliah tehnik, lalu bekerjalah di perusahan tambang, listrik, atau industri. Gaji di tempat-tempat itu jauh lebih besar dari pendapatan para tenaga medis. Apalagi jika dibandingkan dengan waktu yang habis untuk itu. Jika ada dokter kaya, aku yakin banyak waktu juga yang telah meraka luangkan untuk itu. Beda dengan para teknisi yang memiliki waktu tetap. Tenaga medis harus bersedia hari libur, yang bisa untuk keluarga diambil demi pelayanan di RS. Terlebih bagi mereka yang bergelut di dunia kritis. Dituntut mengambil keputusan dengan cepat, resiko pekerjaan yang tinggi, dan terkadang harus berhadapan dengan orang yang tidak paham dan hanya berpatokan para sebuah aturan hitan di atas putih untuk menjerat tenaga medis. Enaknya menjadi tenaga medis adalah amal dan kenikmatan karena telah membantu orang lain. Bahagia rasanya ketika orang yang kita layani, kembali sehat dan ucapan “terimakasih” menambah rasa bahagia untukku.
Menjadi tenaga medis berarti harus bersiap waktunya untuk orang lain. Tidak bisa kita egois. Dan menjadi tenaga medis, berarti kira memiliki banyak simpanan kebaikan karena telah menolong orang lain.