This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 25 September 2013

Mari Menjadi Konsumen yang Cerdas


            Sebagai orang perantauan yang tinggal di rumah kontrakan, saya jarang sekali bisa menonton televisi. Mudah saja sebenarnya, karena rumah yang kami tinggali tidak punya fasilitas televisi. Kesempatan itu baru ada ketika moment pulang kampung, sebulan sekali saya selalu menyempatkan diri untuk pulang. Dan saat itulah saya tahu berbagai macam iklan yang sedang tayang di sela-sela program yang saya tonton.
            Untuk kali ini, saya hanya akan berkomentar tentang iklan makanan dan minuman yang semakin beragam jenisnya. Dari mulai air minum dalam kemasan, hingga susu. Dari mulai kripik singkong, hingga roti bolu. Semoga tulisan ini membarikan sedikit pemahaman yang berbeda bagi yang membacanya.
Minuman dalam Kemasan
Sekarang, tidak hanya air dan teh yang dijual dalam kemasan. Tapi juga susu dan segala produk kreasinya. Namun, sadarkah kita, bahwa kita sedang “dibodohi” oleh produk-produk itu? Bilangnya memberikan banyak manfaat, bagus untuk kesehatan karena mengandung berbagai macam vitamin dan mineral, dan lain sebagainya. Padahal nyatanya, dengan hanya menggunakan pemahaman teori ilmu kesehatan sederhana, promosi yang mereka lakukan dengan iklan-iklannya memberikan pengetahuan yang salah. Bisa dipahamilah, karena mereka sedang berjualan.
Kenapa saya bilang menyesatkan?
Baik, mulai dari produk air beroksigen. Pertama kali produk ini diluncurkan, saya heran. Memang apa manfaatnya air dengan tambahan oksigen? Memangnya lambung bisa mencerna oksigen? Heran, dengan pemahaman teori pencernaan jaman SMA saja, jelas-jelas iklan ini hanya mencari untung untuk produk yang dipasarkan. Manusia butuh oksigen itu benar, tapi bukan lewat air yang kita minum, kita tinggal ambil nafas, selesai. Kebutuhan oksigen tubuh akan terpenuhi.
Produk baru yang aku tahu dan tidak kalah herannya adalah susu dalam kemasan yang dicampur buah. Katanya begitu. Mereka mengklaim dalam produknya mengandung vitamin dan zat-zat penting yang dibutuhkan tubuh. Padahal kan, susu tidak bisa dicampur buah. Karena sebanyak apapun kandungan air dalam buah, tetap saja ada kandungan asam yang bisa merusak khasiat dari susu. Secara susu adalah protein yang akan rusak oleh asam dan panas yang terlalu tinggi. Jadi, produk itu sebenarnya punya khasiat apa? Selain tentu saja rasanya yang enak, saya jamin.
Dan, jangan sering-sering mengkonsumsi produk minuman dalam kemasan (walaupun akhir-akhir ini sangat menyukai rasa dari salah satu produk teh dalam kemasan). Apalagi yang berkarbonasi. Teh, sirup, semuanya itu bisa meningkatkan beban kerja ginjal. Banyak natrium dan gula yang ditambahkan dalam minuman tersebut. Belum lagi jika di dalamnya ada tambahan pengawet dan pemanis buatan. Satu-satunya minuman yang menyehatkan adalah air putih. Jika ingin sehat, konsumsilah air putih yang banyak. Agar tidak dehidrasi, sehingga konsentrasi tetap bisa 100% walaupun tanpa mengkonsumsi isotonik.
Makanan dalam Kemasan
Makanan dalam kemasan sekarang tidak kalah jenisnya. Tidak hanya sambal tomat, sambal terasipun kini dibuat dalam kemasan. Tidak hanya kripik kentang, singkongpun sekarang jadi idola. Tidak hanya biskuit, bahkan bolupun suda bisa kita dapatkan dengan cara yang mudah.
Apa yang perlu diperhatikan dari makanan ini?
Tidak ada janji muluk dari iklan makanan, hanya kelezatan yang dijanjikan. Dan itu benar adanya. Tapi, enak belum tentu sehat kan? Halal belum tentu thayyib kan? Maka, bijaklah.
Makanan dalam kemasan, tidak luput dari penggunaan bahan pengawet. Jika mie instan dan biskuit saja ada kandungan pengawetnya, maka produk basah seperti bolu dan sambalpun tidak akan lepas dari yang namanya bahan pengawet. Jadi, tetap harus dalam batas wajar untuk mengkonsumsi bahan makanan jadi. Jika produk itu bisa dibuat sendiri, alangkah lebih baik jika dibuat sendiri.

Selasa, 24 September 2013

First time ini Bromo : Kesan dan Pesan


            
Sunrise
Pengalaman pertama ke daerah wisata TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger) atau biasa disingkat Bromo, aku menemukan beberapa hal yang bisa aku bagi dengan teman-teman yang belum aku dapat dari dengar cerita teman yang pernah ke sana atau dari tulisan yang aku baca, baik internet, artikel di majalah, atau di buku.
Baju Hangat
Tidak disangkal jika suhu di Bromo dingin. Rasanya seperti sebuah ruangan yang ber AC dengan setting suhu 16O C. Saat masih di dalam kendaraan tidak terasa memang, tapi ketika keluar dan semakin ke atas mendekati puncak, suhu semakin turun. Belum lagi angin yang berhembus cukup kencang selama perjalanan dan ketika di bibir kawah. Maka, menggunakan baju hangat adalah suatu kewajiban jika kita tidak ingin kedinginan. Tidak sampai menyebabkan hipothermy memang, namun mempersiapkan segalanya bukanlah suatu kesalahan.
Tentang suhu dingin ini, aku punya pendapat sendiri. Bagi ku suhu di bromo tidak terlalu dingin. Yah, semacam berada di ruangan dengan suhu 16o c, dan hanya berisi satu orang J . jadi, aku tidak perlu menggunakan berlapis-lapis baju. Cukup dua kaos dan satu jaket. Tapi bagi teman-teman yang tidak tahan dingin, mempersiapkan jaket yang lebih mampu menahan dingin bisa menjadi pilihan.
Bekal
Ini adalah kali pertama aku melakukan “pendakian”, jadi bayangannya sedikit berlebihan. Sejak dari asrama, mempersiapkan dua botol air mineral ukuran 1,5 lt, coklat,madu, dan susu. Tapi ternyata, itu semua tidak begitu perlu. Karena nyatanya banyak penjual di sepanjang rute menuju bibir bromo L. Jika kita tidak mau ribet dan punya kelebihan uang, kita bisa membeli makanan dan minuman di penjual yang ada di sepanjang rute. Ada mie instan, air mineral, isotonik, dan juga susu atau kopi. Jadi aku berkesimpulan, berkunjung ke Bromo bagi orang indonesia seperti mendaki gunung fuji bagi orang jepang (dari cerita yang aku dapat dari blog seseorang yg kuliah di Jepang). Intinya, tidak perlu persiapan yang “wah” untuk mendaki lereng gunung bromo menuju ke kawahnya.
Jika pun kita ingin membawa bekal, cukuplah satu botol air mineral ukuran 600 ml, karena ternyata... aku tidak haus dan berniat minum. Alasan lain adalah karena kompensasi yang didapatkan sedangkan fasilitasnya tidak ada. Apa itu? Ada di penjelasan selanjutnya.
Toilet
Fasilitas ini hanya ada di parkiran, rute menuju lautan pasir, dan parkiran terkhir untuk kendaraan di lautan pasir. Jadi, ketika kita sudah melakukan perjalanan menuju ke bibir kawah, jangan harap bertemu dengan tempat yang satu ini. Nah, inilah yang aku maksud kompensasi yang tidak seimbang itu. Yups, metabolisme tubuh dan sarana yang dibutuhkan tidak seimbang. Dalam kondisi dingin, tubuh akan susah berkeringat, sedangkan kita bisa merasa haus karena pendakian yang kita lakukan. Sehingga, saat kita minum, maka air tersebut akan dikeluarkan sebagai air seni. Nah, di sinilah yang sedikit menimbulkan masalah. Di bibir kawah,  hingga lapangan pasir, tidak ada toilet yang tersedia. J jika kita banyak minum, maka keasyikan kita menatapa sunrise dan berfoto di sepanjang jalan kembali, akan sedikit terganggu. (pengalaman pribadi) L tapi, itu kembali pada pribadi masing-masing kok.
Tempat Sampah
ini yang aku sukai. Barang yang satu ini tidak sulit ditemui di sepanjang rute menuju bibir kawah,bahkan di bibir kawah pun tersedia. Jadi, tidak ada alasan untuk kita membuang sampah sembarangan. Namun, masih saja aku lihat bungkus mie instan, bungkus air mineral, berkeliaran di sepanjang rute. L
“jangan meninggalkan apapun kecuali jejak kaki”



Tidakkah mereka pernah tahu pesan itu? Ah, sedih rasanya.
Jangan corat coret!
Selain beberapa sampah yang aku temui, aku juga banyak menemukan banyak sekali coretan di sepanjang gagang tangga L. Sungguh merusak pemandangan. Apa menyenangkannya coba corat coret di situ? Tulis nama, tanggal, lagian siapa yang bisa kenal mereka? Mau tunjukkan kalo mereka pernah ke bromo,begitukah? Argh,,, benar-benar merusak pemandangan.
Siapapun kamu, jika mencintai keindahan, sebaiknya tidak melakukan seperti di bawah ini...
jangan meninggalkan apapun fasilitas umum, apa lagi jika itu adalah tempat wisata... hanya akan merusak. cukuplah foto-foto yang kalian ambil sebagai kenang2an,,, dari pada coretan yang hanya merusak keindahan tempat tersebut
Oh, ini toh orang Tengger?
Tengger, hanya aku tahu dari membaca. Jaman sekolah dan beberapa bacaan yang lain. Suku tengger dengan agama hindunya, dengan upaca kasodo nya, dan slempang sarungnya. Itu saja yang aku tahu. Aku lupa, tidak pernah belajar tentang bahasa yang mereka gunakan. Dan ternyata? Oh ternyata...
Ketika persiapan turun dari mobil, kami disambut oleh tiga orang penjual slayer dan topi. Sambil mereka menunggu kami turun, mereka bercakap-cakap satu sama lain. Dan bahasa yang terdengar olehku? MADURA. Di mana-mana ada orang madura ya?
“bapak orang madura?” kata sepupuku memulai basa-basi.
“bukan mbak, ini kan probolinggo. Jadi bahasanya sama” jawab salah satu dari bapak tadi.
Ups, aku salah duga. Ya ya... ini kami sekarang ada di probolinggo yang memang banyak dari masyarakatnya menggunakan bahasa madura. Tapi aku tidak menduga kalo bahasa yang mereka gunakan adalah juga bahasa madura.
Sebentar; probolinggo, lereng gunung bromo, tengger? Apakah mereka suku tengger? Suku dengan agama hindu, upacara kasodo dan slempang sarung itu? Subhanallah, ternyata. Ini toh suku tengger itu. Dan kepastian itu aku dapatkan ketika memasuki toilet yang ada di salah satu penginapan. Aku dapati gambar dewa wisnu. Ok, satu hal lagi yang aku tahu dari suku tengger: beragama hindu, upaca kasodo, dan mereka berbahasa madura. Bahasa madura dengan dialeg bangkalan.
Souvenir
Tengah malam kami tiba di kawasan TNBTS. Sesaat setelah parkir, kami langsung didekati oleh para penjual slayer, topi dan sarung tangan. Bagiku, harga barang-barang itu cukup terjangkau. Slayer dan topi seharga Rp. 10.000, sarung tangan yang biasa Rp. 5.000, yang agak tebal Rp. 8.000. kualitasnya lumayan. Jika kita tidak membawa barang-barang ini dari rumah, kita bisa membelinya di sini. Namun, jika sudah membawa, tidak ada salahnya membeli untuk souvenir khas dari Bromo. Saat pagi menjelang, penjual kaos yang akan mendekati. Nah, untuk yang satu ini, kita masih bisa menawar. Harga awal yang dipatok,bisa turun hingga 30%. Misal, dari Rp. 15.000 untuk harga kaos anak, bisa jadi Rp. 10.000, untuk dewasa yang awalnya Rp. 20.000 bisa jadi Rp. 17.000. tergantung kemampuan menawar. J
Kendaraan ke Bromo
Apa kendaraan yang dipilih untuk mengunjungi bromo? Mobil pribadi, angkutan umum, atau motor?
Jika memilih menggunakan mobil pribadi (bukan hardtop) atau bison, kita bisa parkir di atas. Yang lama tempuh dari parkiran menuju bibir kawah hanya 1,5 jam. Jika kita menggunakan motor, kita bisa menggunakannya hingga memasuki lautan pasir, ini tergantung seberapa tangguh motor yang kalian bawa. Bahkan bisa sampai ke tanjakan menuju kawah. Hal ini bisa dilihat ketika pagi, begitu banyak jasa ojek motor yang menawarkan untuk mengantar kita menuju parkiran.
Jika memilih menaiki angkutan umum? Untuk yang satu ini saya kurang tahu. Maaf.
Selama di Lautan pasir – namanya kaldera – kita bisa menggunakan jasa sewa kuda, atau ojek, atau hardtop. Ini punya kelebihan masing-masing. Jujur, secara harga saya kurang tahu. Karena tidak memakai ketiganya. Tapi secara kebaikan, ah, terserah kalian menilainya.
Jika kita memilih naik kuda, - harga sewa mulai Rp. 25.000 – kita bisa menggunakannya sampai diujung tangga (apa mungkin hingga bibir kawah? Aku tidak lihat), karena ini yang aku lihat. Sedangkan kalo naik ojek, hanya bisa sampai pura, pun dengan hardtop. Tapi, dua kendaraan ini bisa kalian pilih untuk digunakan ketika akan kembali menuju parkiran. Ongkos ojek mulai Rp. 20.000, tapi bisa juga Rp. 10.000. ketika tawaran pertama tidak langsung kita iyakan, mereka akan mengikuti dan menurunkan harganya. Pun dengan hardtop. Jika awalnya bisa Rp. 50.000/orang, ketika sudah perjalanan pulang bisa hanya Rp. 10.000/orang.

            Sekian tentang kesan dan pesan selama di Bromo. Semoga kesempatan lain bisa mengunjungi tempat lain, seperti bukit teletubbies, bahkan jika bisa menyaksikan upacara kasodo. Namun untuk saat ini, aku cukup berpuas dengan apa yang sudah aku dapatkan.

Minggu, 22 September 2013

First Time in Bromo

Bromo, gunung pertama yang aku kunjungi. Tidak ingin mengatakan ini sebuah pendakian, karena faktanya, yang kami kunjungi adalah kawah gunung Bromo yang sudah difasilitasi dengan tangga. Kesempatan ini adalah kegiatan rihlah dengan teman-teman Mutiara angkatan II yang sudah lama direncanakan. Akhirnya, kesampaian walaupun di tengah padatnya agenda dari tiap-tiap orang.

Kami berangkat dari Surabaya pukul 21.30 WIB dengan menggunakan Bus Mini alias Bison. Jalanan Surabaya-Sidoarjo yang cukup padat saat malam minggu, membuat perjalanan agak lambat, tapi semua tidak masalah karena kami sampai dengan selamat di tempat Parkir kendaraan pukul 02.00 WIB sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju kawah Bromo.

Perjalanan ke Bromo adalah yang pertama buatku dan buat yang lain juga. Walaupun begitu, kami tidak buta informasi tentang kiat-kiat mengunjungi Bromo. Bertanya pada orang yang sudah pernah pergi ke sana, juga membaca catatan perjalanan di buku atau di majalah, cukup memberikan gambaran padaku tentang Bromo. Selain pemandangan yang pasti menjanjikan keindahan, persiapan fisik dan logistik adalah hal utama yang harus dipersiapkan ketika mengunjungi Bromo. Suhu yang dingin, track menanjak dan berpasir membutuhkan persiapan lebih, terutama bagi yang pertama melakukan perjalanan semacam ini.

Perjalanan dimulai...
Setelah sejenak beristirahat dan menunaikan kebutuhan biologis, kami berdua belas bersiap untuk melakukan perjalanan menuju kawah bromo. Tidak ada penjelasan berapa kilometer perjalanan yang akan kami tempuh, hanya lama waktu yang akan kami butuhkan hingga sampai ke kawah yang kami dapatkan. Satu setengah jam lamanya perjalanan yang akan kami tempuh. Tidak masalah, dengan membaca bismillah,,,, kami memulai perjalanan malam ini.

Dari tempat parkir bison, track yang kami lalui adalah jalanan beraspal yang menurun, mudah tapi harus tetap berhati-hati agar tidak salah melangkah. Dengan bantuan penerangan dari senter yang kami bawa, kami mengikuti rombongan yang ada di depan kami. Maklum, kami tidak pakai guide, dan kami adalah rombongan yang kesemuanya perempuan. Memasuki lahan berpasir, track yang dilalui memang landai, tapi karena pasir yang menemani langkah kami, maka langkah yang diambilpun melambat. Tepat dengan senter dan fokus pada rombongan yang ada di depannya, setelah sekitar satu jam perjalanan, kami tiba di track  pasir yang menanjak, di sinilah mulai merasakan perjalanan yang cukup berat. kaki semakin berat dilangkahkan, selain kelelahan, dingin yang semakin menusuk (sekitar 11o  C) adalah semakin melambatnya langkah kaki kami. Setelah melalui track yang menanjak dan berpasir dengan penuh perjuangan, kami tiba di tangga menuju kawah Bromo. Melewati tangga ini juga tidak mudah. Tanjakan yang curam, dan pasir yang menutupi tiap anak tangga, membutuhkan perjuangan untuk melaluinya. Tapi pada akhirnya, kami tiba juga di kawah bromo, di sana sudah banyak orang berkumpul untuk sama-sama melihat terbitnya matahari yang selalu mempesona para wisatawan.

Dinginnya kawah Bromo... 
Pukul 03.30 WIB, kami semua akhirnya sampai juga di kawah bromo. Mencari tempat yang masih kosong untuk ditempati berdua belas. Akhirnya kami memutuskan untuk menempati bagian paling barat dari lahan yang ada di bibir kawah. Angin di bibir kawah berhembus cukup kencang, juga suhu yang terasa semakin dingin. Dengan kondisi seperti ini, kami seperti enggan bergerak, belum lagi kaki yang kelelahan karena perjalanan yang sudah dilalui. Namun, kondisi ini tidak mengahalangi kami untuk tetap melakukan tadabur alam seperti tujuan yang dicanangkan di awal. Untuk mengisi waktu menunggu waktu shubuh, secara bergantian, adik-adik membaca surat Al A'raaf yang sangat cocok dengan kondisi kami sekarang. Setelah tiga halaman dibaca, akhirnya waktu shubuh tiba, secara bergantian kami melakukan sholat shubuh di bibir kawah bromo dengan menahan dingin yang serasa semakin menusuk. Sholat shubuh di bibir kawah, dengan angin dingin yang berhembus cukup kencang adalah pengalaman pertamaku. Sensasi yang dirasakan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Sunrise yang Indah...
Akhirnya sunrise yang menjadi destinasi kami mendaki hingga ke kawah ini mulai menampakkan pesonanya. Namun sayang, kami tidak dapat dengan leluasa menatap pesonanya. Puluhan orang yang telah menempati bagian timur bibir kawah menutupi pemandangan yang sangat ingin kami lihat. Tapi, ada sebuah kesadaran yang akhirnya datang dalam benakku, walaupun tidak bisa melihat keindahan sunrise secara leluasa, aku tidak akan kecewa. Kesempatan menjejakkan kaki di sini saja adalah suatu pengalaman yang luar biasa bagiku, maklum sebelumnya belum pernah. Selain itu juga, gambar yang didapat masih menunjukkan keindahan sunrise kawah Bromo, dan itu cukup.

Terimakasih Allah, untuk Kesempatan ini...
Sejak mulai pintu masuk kawasan TNBTS (Taman Nasional Bromo tengger Semeru), aku tidak berhenti berucap Subhanallah dan Alhamdulillah untuk kesempatan yang telah Allah berikan untukku dan teman-teman Mutiara. Melihat megahnya gunung yang menjadi pemadangan di awal pintu masuk, ada rasa yang tidak dapat aku ucapkan. "Begini ternyata jika datang langsung", itu pernyataan yang bisa aku ucap. Megah, dan tidak terdefinisikan. Terlebih, ketika diri ini berdiri di bibir kawah. Mencoba mengingat prosesi upacara Kasodo yang aku baca di buku-buku jaman SMP dulu, memvisualisasikan seolah-olah aku melihat sendiri tradisi orang Bromo Tengger itu. Merasakan dinginnya udara yang berhembus, siluet sunrise yang mempesona, adalah pengalaman bagiku. Aku berharap, ada kesempatan yang lain untuk merasakan sensasi berbeda di gunung yang berbeda suatu saat nanti. Aamiin...

Pemandangan yang Merusak... :(
Tangga pertama
Pertama kali menaiki tangga menuju kawah, aku melihat pemandangan yang sangat tidak aku sukai. ya.. apalagi jika bukan coretan-coretan di pegangan tangga. Entah nama, kelompok, atau tulisan iseng yang lain. Sungguh pemandangan itu merusak keindahan yang ada. Belum lagi, satu dua sampah bungkus air minum dan mie instan yang berserakan di sepanjang jalan menuju kawah. Padahal, sudah disediakan tempat sampah di  jalur menuju kawah yang jaraknya tidak jauh.

Finally...
Pukul 05.30 kami memutuskan untuk turun. Selain sudah puas berada di bibir kawah dengan mengambil beberapa foto, kami juga didesak oleh kebutuhan biologis. Akhirnya, dengan hati-hati kami menuruni tangga yang terjal dan berpasir tadi. tentu saja, energi yang dibutuhkan tidak sebesar ketika naik, pun dengan waktu. Tapi untuk kehati-hatian tetaplah menjadi yang utama. Dalam perjalanan turun, kami sempatkan untuk mengambil beberapa gambar lagi, tapi tetap saja tidak bisa berlama-lama.
Karena terlalu bersemangat untuk segera turun, aku terpisah dari rombongan dan akhirnya memutuskan untuk melakukan perjalanan sendiri hingga parkiran. Namun, ditengah perjalanan aku bertemu dengan mahasiswa UNMUH Surabaya, dalam beberapa waktu, kami melakukan obrolan disela-sela langkah kaki kami menuju tempat parkir. Beberapa kali ditawari ojek, kuda, bahkan hardtop kami tolak dan memutuskan untuk tetap berjalan kaki hingga menuju parkiran. Oya, harga ojek dan hardtop dari lahan berpasir hingga tempat parkir tidak semahal ketika menuju tangga. jadi, jangan sampai terkecoh dengan mereka. Kita bisa pakai ojek dengan merogoh kocek 10-20 ribu rupiah, tergantung dari mana kita mulainya. semakin dekat, semakin murah. begitu juga dengan hardtop, kita hanya akan dipatok tarif 10rb/orang, Murahkan kan? tapi tetap saja aku menolak tawaran itu dan tetap berjalan kaki hingga tempat parkir. Dan... wauw lumayan juga melalui track yang menanjak dari lahan berpasir hingga tempat parkir. Karena cukup banyak juga yang melakukan hal serupa, aku merasa baik-baik saja. Semoga suatu saat aku bisa kembali ke sini, dan juga bisa mendaki gunung yang lain... Aamiin....
With my cousin


Selasa, 17 September 2013

Buku-Buku Riawani Elyta

Riawani Elyta, penulis yang baru aku tahu nama dan karyanya setelah bersilaturahm dengan Bu Sinta Yudisia. Ketika berbicara tentang novel-novel yang baru terbit, Bu Sinta menawarkan Novel dengan sampul yang cukup memikat hati. Novel berjudul "Jasmine" dengan sampul berwarna hijau pupus yang segar, ditambah beberapa bunga melati yang menghiasnya. Sejak saat itu, tertarik pengen baca, apalagi kisah yang dipaparkan jarang aku temukan dan belum pernah baca di novel sebelum-sebelumnya. cybercrime dan human trafficking.
Pucuk dicinta ulampun tiba, kira-kira pepatah inilah yang cocok untuk kondisi kami (aku dan temanku yang sama-sama mupeng dengan Novel tersebut). saat kami sedang mencari-cari di mana sekiranya membeli novel itu, Toko Buku Afra sedang mengadakan promo 4 buku karya Riawani Elyta (Jasmine, A Cup of Tarapuccino, PING!, dan The Coffee Memory) seharga Rp. 100.000. akhirnya aku dan temanku sepakat untuk patungan membelinya. Kesepakatan di awal memang Jasmine untuknya, dan aku berharap mendapatkan dua buku tentang kopi, tapi akhirnya diputuskan untuk diundi, karena temanku juga pengen buku tentang kopi, maka yang diundi adalah Jasmine dan PING!. yang akhirnya tetap Jasmine menjadi miliknya.
Sempat kecewa pada awalnya, tapi setelah membaca keduanya (Tarapuccino dan PING!) tidak ada kekecewaan lagi terhadap dua buku tersebut. sama-sama menarik dan sesuai dengan yang aku butuhkan, terutama PING!
Maka jadilah, dalam sebulan itu aku menyelesaikan empat buku karya Riawani Elyta.

Buku Pertama yang aku baca

Buku Kedua, Resensi di sini

Resensi di sini


terakhir, tapi dua kali membaca, Resensi di sini
*Untuk yang Jasmine belum sempat diresensi karena keburu dikembalikan :) Semoga ada kesempatan membaca Novel Karya Riawani Elyta yang lain....

Minggu, 15 September 2013

Untuk kesekian kalinya....


Untuk kesekian kalinya...
aku harus berterimakasih pada Ramah (alm) yang telah mengajarkanku membaca dari usia preschool. Sebuah kegiatan yang tidak pernah didapatkan oleh dua orang saudaraku
Untuk kesekian kalinya...
aku  harus berterimakasih pada Ramah (alm) yang telah mengajarkanku untuk cinta membaca dengan cara menyenangkan.
Karena...
Untuk kesekian kalinya...
aku mendapatkan manfaat dari kegemaranku membaca buku. Baik fiksi ataupun non fiksi. Dari novel romance, historical fiction, petualangan, maupun yang science fiction.
Ramah, mengajarkanku membaca sejak usiaku 4 tahun. Secara formal. Setiap habis maghrib adalah jadwalku untuk belajar membaca. Sebuah paksaan? Bisa jadi. Tapi, aku melihat ini sebagai bentuk kewajiban orang tua pada anaknya. Namun yang unik adalah, kewajiban belajar membaca sejak usia preschool tidak aku temukan pada mas dan adikku.
Selain waktu wajib setiap ba’da maghrib, waktu belajarku yang lain adalah ketika kami bepergian. Sepanjang perjalanan, Ramah akan memberikanku tebak-tebakan. Apa tulisan atau nama jalan, toko, atau baliho iklan yang kami temui sepanjang perjalanan.
Karena sudah dilatih, dan dibiasakan untuk membaca inilah yang menjadi penyebab utama aku kemudian gemar membaca. Ketika SD, aku membaca buku-buku paket bahasa indonesia milik kelas yang lebih atas. Saat aku kelas tiga, aku sangat suka membaca kisah dua musafir yang tersesat di padang pasir dan mengalami kehausan. Kisah ini berjudul “kaktus ajaib” cerita yangaku temui di buku paket milik anak kelas enam, yang tidak lain adalah milik masku. Karena saking seringnya diulang-ulang untuk dibaca, aku sampai hafal keseluruhan isi kisah tersebut. Karena saat SD perpustakaannya tidak terawat, maka kegemaranku membaca agak terganggu. Sehingga jika ada buku atau novel yang tergeletak di rumah, aku akan membacanya berulang-ulang.
Ketika SMP, bacaan favoritku adalah Lima Sekawan karya Enid Blyton. Dari sinilah kegemaranku membaca novel tersalurkan. Hampir setiap akhir pekan atau ketika PR tidak banyak, aku akan membaca pulang novel-novel yang ada diperpustakaan. Jadilah, selama 3 tahun di SMP, aku mengahabiskan serial Lima sekawan dan Sapta siaga karya Enid Blyton, Goosebumps karya R.L Stine, dan serial kocak pelajar SMA paling populer saat itu ‘LUPUS’ karya Hilman.
Saat SMA, barulah perkenalan dengan novel-novel Islami terbitan DAR!Mizan dan para penulis FLP aku lahap. Walaupun koleksi perpus tidak banyak, tapi cukup membuatku ketagihan dengan buku-buku yang ada. Di saat SMA inilah aku berkenalan dengan karya sastra Indonesia jaman dulu. Interaksi awal tidak lain karena tuga resensi yang diberikan. Selain itu, di masa SMA inilah aku mengenal Novel science fiction.
Saat kuliah, disinilah aku berkenalan dengan buku pergerakan. Pemikiran tokoh-tokoh keren. Mereka yang hidup tidak hanya untuk dirinya, tapi perbaikan dunia ini. Berinteraksi dengan buku-buku ini memang bukan tanpa sebab. Lingkungan baru yang aku masuki, mewajibkanku untuk membaca buku-buku “berat” ini. Dan disaat ini pulalah, bacaanku semakin beragam. Aku mengenal historical fiction, buku sastra terjemahan, dan buku traveling.
Dan... dari kegemeranku membaca, aku mendapatkan banyak manfaat. Yang paling terasa adalah, dengan membaca aku bukanlah seorang yang kuper alias kurang pergaulan. Walaupun tidak pernah berkunjung ke suatu daerah, dengan membaca aku tahu kondisi di sana, bagaimana penduduknya, dan lain-lain. Dengan membaca, aku bisa mengenal dunia diluar disiplin ilmu yang aku tekuni. Membaca novel yang berkisah tentang arsitektur, aku mendapat sedikit ilmu tentang arsitektur, membaca novel yang setting tempat di daerah sumatra, aku sedikit tahu bagaimana masyarakat dan kondisi alam di sana. Dan itu sangat menyenangkan. Dan kini, aku merasakan manfaatnya. Ketika bertemu dengan orang yang baru dikenal, tidak merasa takut untuk tidak nyambung, karena aku memiliki bahan untuk dibicarakan. Seperti kemarin, ketika menamani temanku mengantar temannya dari Bengkulu jalan-jalan di Surabaya, aku tidak benar-benar mati kutu karena aku bisa masuk pada pembicaraan mereka. Pun, ketika menghadapi adik mentor yang beda jurusan, bekal dari beberapa hal yang aku dapat dari membaca, sangat bermanfaat untuk memperpanjang diskusi kami.
Nah, dan untuk kesekian kalinya...
Aku membuktikan bahwa buku adalah jendela dunia... dengan banyak membaca aku banyak tahu tentang dunia yang tengah aku tinggali...
Untuk kesekian kalinya.. .
Terimakasih Ramah untuk pengajarannya, terimakasih perpus SMP N 2 dan SMA N1 Pamekasan untuk koleksi buku-bukunya, dan terimakasih untuk teman-temanku yang sering aku pinjami buku.

Rabu, 04 September 2013

Kisah Menyentuh dari Para Pengejar Layangan

                 “Sesuatu yang terjadi dalam beberapa hari, kadang-kadang bahkan dalam sehari bisa mengubah jalan hidup seseorang” ~Khaled Khosseini dalam The Kite Runner~
 
            Begitulah kalimat pembuka dari novel luar biasa ini. Novel dengan judul “The Kite Runner” adalah novel afghan pertama yang diutulis dalam bahasa inggris oleh penulis kelehiran Afghanistan yang tinggal di AS.
            The Kite Runner berkisah tentang persahabatan dua anak laki-laki, Amir dan Hassan yang dipenuhi dengan suka cita, kesedihan, dan pengalaman hidup sarat makna dari keduanya. Amir dan Hassan adalah dua sahabat yang tumbuh bersama sejak mereka kecil. Setiap hari meraka habiskan dengan bermain bersama. Permainan yang mereka sukai adalah perlombaan layangan yang menjadi tradisi turun menurun penduduka Kabul, tempat mereka tinggal. Amir dan Hassan adalah para pemain layangan yang sangat jago, dan satu lagi keunggulan yang dimiliki oleh Hassan adalah dia mampu mengejar layangan tanpa melihat kemana arah layangan akan jatuh. Persahabatan mereka berjalan sangat menyengankan. Hingga pada suatu sore musim dingin, hubungan mereka berubah drastis dan membawa beban selama sisa hidup seorang amir.
            Kisah persahabatan, pengkhianatan, kebahagiaan, dan kesedihan digambarkan secara apik oleh sang penulis. Detil dari tiap bagian novel ini tidaklah ada yang sia-sia. Jika umumnya sebuah novel dengan penggambaran dan uraian yang detil seringkali membuat para pembaca bosan. Namun tidak dengan novel ini. Hikmah, pengetahuan dan budaya tentang Negara dan bangsa afghan tergambar dari setiap kisahnya. Hingga tiap bagian dari novel ini sayang untuk dilewatkan sedikitpun.
            Sebagai karya sastra terjemahan, tentu yang tidak lupa untuk diberikan apresiasi adalah sang penerjemah. The Kite Runner dalam versi Indonesia terbitan Qanita ini diterjemahkan oleh Berliani M. Nugrahani berhasil menterjemahkan novel ini tanpa kehilangan nilai sastra yang begitu kental dalam novel ini. Editor juga berhasil melakukan tugasnya, sehingga tidak ada kesalahan ketik satu pun pada kisah sepanjang 490 halaman.
            Beberapa kata mutiara menghiasi halaman-halaman dalam novel ini tanpa terkesan menggurui.
            “lebih baik disakiti oleh kenyataan daripada dinyamankan oleh kebohongan” (hal. 85)
            “meresahkan memang, tapi rasanya cukup nyaman memiliki seseorang yang selalu mengetahui kebutuhanmu” (hal. 90)
            “kehilangan sesuatu yang kita miliki selalu lebih menyakitkan daripada tidak memiliki samasekali.” (hal. 286)
            “tapi waktu sungguh serakah – kadang-kadang ia mengambil semua detil tanpa menyisakan apapun.” (289)       
            “seseorang yang tidak memiliki kesadaran, tidak memiliki kebaikan, tidak akan pernah menderita” (hal. 399)

            Novel yang sangat menyentuh dan syarat hikmah. Jika dibandingkan dengan filmnya, jauh bisa merasakan penderitaan seorang amir, dan perjuangan seorang Hassan dengan membaca buku. Walaupun, dari menonton film kita bisa terbantu tentang suasana afghanista (walaupun hanya sedikit).  Akhirnya, tidak ada komentar lain tentang novel ini. Saya kutip komentar dari the Washington post book world

            “kisah yang sangat kuat…tidak ada yang sia-sia, tidak ada omong kosong, semuanya disajikan dengan keras dan apa adanya…tentang keluarga dan persahabatan, pengkhianatan, dan penebusan dosa…”